Panennews.com – Infectious bovine rhinotracheitis (IBR) merupakan salah satu penyakit hewan menular yang mengancam sapi-sapi di Indonesia.
Penyakit IBR yang menyerang sistem pernapasan sapi dan menurunkan produktivitas sapi hingga berujung pada kerugian ekonomi peternakan sapi.
“Kejadian IBR di Indonesia yang meningkat perlu tindakan pencegahan dan strategi pengendalian penyebaran penyakit,” tutur Prof. Tri Untari saat dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (12/12/2023).
Dalam pengukuhan itu, Tri membacakan pidato berjudul Problematika Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis pada Sapi Di Indonesia.
Ia mengatakan pentingnya deteksi dini untuk pengendalian penyakit dan mencegah penularan dari hulu ke hilir.
“Pusat bibit perlu terus dipantau secara rutin untuk mencegah penyebaran IBR,”jelasnya.
Selain itu, Tri menyebutkan program eradikasi IBR juga harus dilakukan secara konsisten. Kapasitas kemampuan deteksi di pusat karantina, terutama dalam pengawasan sapi-sapi impor yang masuk, perlu ditingkatkan.
Ia menambahkan, penerapan vaksin marker Differentiating Infected from Vaccinated Animal (DIVA) perlu dipertimbangkan sehingga dapat dibedakan sapi yang terinfeksi dan sapi yang divaksin untuk kontrol dan eradikasi.
Saat ini negara-negara Eropa telah menggunakan vaksin DIVA sehingga monitoring dengan uji serologis ELISA dapat dibedakan antara antibodi hasil vaksinasi atau infeksi lapangan pada sapi.
Namun, sapi di Indonesia belum mendapatkan vaksin DIVA tersebut.
“Implementasi vaksin tersebut dilakukan dengan analisis ekonomi veteriner sehingga dapat diperhitungkan keuntungan dan kerugiannnya,”ujar Tri.
