Panennews.com – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Provinsi NTB Muslim mengatakan, sejumlah wilayah pesisir di Kabupaten Lombok Timur dan di wilayah Teluk Bima Kabupaten Bima dinilai cukup potensial.
Hal ini tentunya untuk menjadi kawasan penanaman mangrove yang nantinya bisa dijadikan komoditas penjualan karbon.
“Perdagangan karbon sendiri adalah transaksi jual beli kredit karbon. Kredit karbon merupakan representasi hak bagi satu perusahaan untuk menghasilkan emisi karbon atau gas rumah kaca lain dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2),” kata Muslim di Mataram, Rabu (13/09/2023).
Ditambahkan, salah satu syaratnya yaitu lahan penanaman mangrove tersebut milik pemerintah, bukan milik perorangan.
“Yang paling potensial atau paling besar itu ada di Waworada, Teluk Bima sama di Lombok Timur. Itulah daerah yang potensial penanaman dalam area yang luas,” kata Muslim.
Ada beberapa perusahaan dalam negeri yang sudah mulai tertarik untuk membeli karbon dari penanaman mangrove di NTB. Mereka berasal dari Surabaya, Jakarta dan Makassar. Namun untuk investasi kongkretnya sejauh ini belum ada pembahasan.
Lebih lanjut, pemerintah pusat sendiri sangat serius untuk merespons potensi ekonomi biru ini, mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kawasan mangrove dan hutan hujan tropis yang banyak dan dapat diperjual belikan di pasar global.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menunjukkan bahwa Indonesia memiliki hutan hujan tropis ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektare yang dapat menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton.
Sementara itu, luas area hutan mangrove di Indonesia saat ini mencapai 3,31 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton karbon per hektare atau setara 33 miliar karbon untuk seluruh hutan mangrove di Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga memiliki lahan gambut terluas di dunia dengan area 7,5 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon mencapai sekitar 55 miliar ton.
Dengan demikian, maka total emisi karbon yang mampu diserap Indonesia kurang lebih sebesar 113,18 gigaton.
Apabila Pemerintah Indonesia dapat menjual kredit karbon dengan harga 5 Dolar AS di pasar karbon, maka potensi ekonomi karbon di Tanah Air mencapai Rp 8.000 triliun, terdiri dari hutan tropis sebesar Rp 1.780 triliun, hutan mangrove Rp 2.333 triliun, dan lahan gambut Rp 3.888 triliun.