Panennews.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong peningkatan produktivitas industri pengolahan susu di dalam negeri. Upaya ini untuk memenuhi kebutuhan produk olahan susu di pasar domestik maupun global yang semakin meningkat.
“Seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat dan bertumbuhnya kelas menengah, kemudian bertransformasinya gaya hidup masyarakat menjadi lebih sehat, dan juga meningkatnya permintaan produk bernutrisi tinggi selama pandemi Covid-19, kami meyakini konsumsi produk susu olahan akan terus tumbuh tinggi ke depannya,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika di Jakarta, Rabu (31/05/2023).
Selain itu, Dirjen Industri Agro juga mengemukakan, saat ini tingkat konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia sebesar 16,9 kg per kapita per tahun setara susu segar.
“Jumlah ini perlu dipacu lagi untuk bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Apalagi, peluang peningkatan konsumsi susu di Indonesia masih sangat besar, yang membuat investor berlomba-lomba untuk meningkatkan investasi di bidang industri pengolahan susu,” ungkapnya.
Namun demikian, dalam rangka peningkatan produktivitas industri pengolahan susu, diperlukan langkah untuk menjaga ketersediaan bahan baku. Sebab, kondisi saat ini, hanya sekitar 20 persen bahan baku susu yang dipasok dari dalam negeri.
“Masalah ini disebabkan laju pertumbuhan produksi susu segar di dalam negeri, yaitu sebesar rata-rata 1 persen dalam enam tahun terakhir, sehingga tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang tumbuh rata-rata 5,3 persen,” sebut Putu.
Menurutnya, kendala utama dalam pengembangan produksi susu segar dalam negeri adalah masih sedikitnya populasi sapi perah di Indonesia sekitar 592 ribu ekor, rendahnya produktivitas sapi perah rakyat 8-12 liter per ekor per hari, dan tingginya rasio biaya pakan dengan hasil produksi susu 0,5-0,6.
“Pengembangan produksi susu segar juga dihadapkan pada terbatasnya lahan untuk kandang dan pakan hijauan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, minimnya kepemilikan sapi perah peternak rakyat 2-3 ekor per peternak, biaya pembesaran anakan sapi perah yang cukup mahal, kurangnya pemahaman peternak rakyat akan Good Dairy Farming Practices (GDFP), serta masih minimnya minat anak muda untuk menjadi peternak.
Oleh karenanya, guna mengatasi berbagai persoalan dalam pengembangan SSDN, diperlukan dukungan dan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada penanganan di sektor hulu baik koperasi susu dan peternak sapi perah. Misalnya, Kemenperin telah memberikan bantuan sebanyak 84 cooling unit kepada 68 koperasi susu di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Pada tahun 2021, kami telah membantu mendirikan Milk Collection Point (MCP) di koperasi susu di Pengalengan, Jawa Barat, dan pada tahun 2022 kami melakukan digitalisasi di 40 tempat penerimaan susu (TPS) di Jawa Timur untuk mendukung implementasi program industri 4.0,” tutup Putu.