Panennews.com – Puncak musim kemarau di Provinsi NTB diprediksi terjadi pada bulan Agustus hingga September mendatang. Saat puncak kemarau, akan ada kebutuhan air bersih yang cukup banyak bagi masyarakat terdampak. Sehingga membutuhkan kolaborasi dari semua pihak, agar air bersih bisa terpenuhi.
“Dengan tidak tersedianya anggaran distribusi air bersih, BPBD NTB telah mengajukan usulan kebutuhan tersebut ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jumlah usulannya sebesar Rp 13 miliar,” kata Kalak BPBD NTB Ahmadi.
Dikatakan, besaran permintaan bantuan dana ini lebih kecil dari angka yang semula direncanakan BPBD. Menurutnya, pihaknya juga mempertimbangkan anggaran yang tersedia di BNPB.
Apalagi ada banyak daerah lain di Indonesia, yang juga menghadapi situasi serupa dan membutuhkan anggaran untuk penanganan kekeringan.
Ia menambahkan, penanggulangan bencana kekeringan bukan saja kewajiban dari pemerintah. Tapi harus ada juga peran dari BUMN maupun BUMD, termasuk juga perusahaan swasta yang ada di Provinsi NTB.
Sehingga ia berharap ada juga upaya yang dilakukan pihak lain selain pemerintah, untuk membantu masyarakat terdampak kekeringan.
Modifikasi Cuaca
Sementara itu, Sekda NTB H Lalu Gita Ariadi mengungkapkan, ada opsi melakukan modifikasi cuaca sebagai upaya menghadapi kemungkinan paling buruk akibat bencana kekeringan yang diperkirakan terjadi pertengahan tahun ini.
”Pada situasi tertentu, bisa (kekeringan) berkepanjangan, kami siapkan hujan buatan. Itu mulai kami pikirkan, misalnya bersama BRIN atau BRIDA,” kata Gita Ariadi awal pekan ini.
Diungkapkannya, pemerintah tetap memikirkan kemungkinan paling buruk dari potensi bencana kekeringan. Sehingga langkah antisipasi yang direncanakan bisa dilakukan lebih maksimal.
”Tapi kami juga bekerja berdasarkan data yang ada sekarang,” ujarnya.
Berdasarkan data hingga Juli, Pemprov NTB diketahui telah menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan. Penetapan ini menyusul 8 kabupaten/kota lain yang telah berstatus serupa. Diantaranya, Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Utara, Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu, Kota Bima, dan Kabupaten Bima.
Secara keseluruhan bencana kekeringan telah terjadi di 9 kabupaten/kota, kecuali Kota Mataram, per akhir Juli.
Bencana tersebut telah berdampak terhadap 169.331 kepala keluarga (KK) atau sekitar 591.793 jiwa. Terjadi di 339 desa pada 70 kecamatan.