Panennews – Peneliti Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Puji Hastuti memberi gagasan risetnya bagaimana menyelaraskan dinamika kependudukan dengan tata kelola lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dari hasil risetnya itu, Puji merekomendasikan kebijakan penduduk dan lingkungan yang berkeadilan dengan menerapkan model mitigasi berbasis komunitas, dalam kaitannya untuk mengurangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Caranya dengan mengintegrasikan pengetahuan lokal dan etno-demografi dalam strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” kata Puji, pada Refleksi Akhir Tahun, Pameran Infografis Hasil Riset dan Monev Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora Akhir Tahun 2024, di BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo Jakarta, Senin (16/12/2024).
Lebih lanjut, Puji menjelaskan redistribusi hutan dan lahan secara adil untuk mendukung masyarakat adat dan petani kecil. Sekaligus, menjaga keanekaragaman hayati dan mitigasi perubahan iklim.
“Caranya dengan melibatkan penduduk lokal dalam perencanaan dan implementasi restorasi ekosistem berbasis keadilan, khususnya di lahan gambut dan kawasan hutan,” tambah dia.
Cara lainnya dengan mengelola sumber daya air secara terpadu dengan memastikan distribusi penduduk, kebutuhan air rumah tangga, pertanian, dan industri secara adil. Juga, meningkatkan kapasitas kelembagaan untuk mempromosikan agroforestri sebagai solusi keberlanjutan ekonomi dan lingkungan, serta mengatasi tantangan kependudukan seperti urbanisasi dan migrasi.
Metode tersebut melibatkan masyarakat dalam melestarikan spesies kunci dan mengelola kawasan penyangga yang mendukung keseimbangan ekologi dan kebutuhan populasi.
Selain itu, misinya juga untuk melindungi hak masyarakat adat/penduduk marjinal dalam pengelolaan sumber daya alam dan mendorong keterlibatan penduduk marjinal dalam pengambilan keputusan.
Dalam prosesnya, ujar Puji, diprioritaskan kelompok rentan termasuk perempuan, dalam strategi ketahanan iklim berbasis komunitas lokal.
“Yang menjadi refleksi diri adalah hasil riset mengenai penduduk dan lingkungan harus berfokus pada solusi nyata terhadap permasalahan mendesak. Permasalahan tersebut seperti deforestasi, polusi, dan ketimpangan sosial ekonomi yang dialami penduduk marjinal,” urai Puji.
Penggunaan dana riset BRIN, lanjutnya, dapat dianggap efektif dan efisien jika memenuhi kebutuhan mitra strategis secara jelas, rinci, dan spesifik, yang mendukung kebijakan berbasis bukti ilmiah (scientific evidence-based policy) untuk kemajuan pembangunan secara keseluruhan.
Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN Syarifah Aini Dalimunthe menjelaskan dampak sosial bencana bagi individu dan komunitas sebagai hasil riset Kelompok Riset Studi Penduduk Dan Bencana.
Adapun Syarifah menyebut, ada dua faktor yang mempercepat dan memperburuk kerugian akibat bencana.
Pertama, pertumbuhan ekonomi yang terkonsentrasi pada wilayah tertentu. Kedua, perubahan iklim yang mendorong terjadinya dan jatuhnya korban, baik secara ekonomi maupun dari sisi penduduk yang semakin besar.
“Di seluruh dunia polanya sama. Wilayah-wilayah pesisir terkonsentrasi oleh penduduk. Padahal secara geologis, seharusnya tidak ditinggali oleh penduduk yang sangat besar, apalagi tidak semua siap menghadapi bencana,” tutur Syarifah.
Dia memaparkan Indonesia menduduki peringkat kedua wilayah paling berisiko terhadap bencana. Ini dari semua jenis bencana baik geologi maupun hidrologi menimpa Indonesia.
BNPB mencatat, pada 2024, ada 1800 bencana yang terjadi di Indonesia. Itupun bencana yang terjadi berulang, mulai dari banjir, gempa bumi, longsor, dan tsunami.
“Bencana bisa diantisipasi dengan kesiapan baik di tingkat individu maupun komunitas, bahkan dari tingkat kebijakan,” tandasnya.