Panennews.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menginisiasi berbagai riset kratom terutama penggunaannya secara tradisional dan aktivitasnya secara farmakologis.
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa kratom menunjukkan dua inflamasi yaitu di alkaloid dan ekstrak yang menyuguhkan efek analgesik.
Terkait keamanan dan potensi kecanduan, WHO masih melakukan penelitian atau mengkaji bagaimana sifat kecanduan dari kratom tersebut.
“Saat ini sedang dilakukan proses pengujian kratom untuk obat diabetes dengan uji in vivo dan in vitro. Secara empiris pun didapat data dari beberapa teman di Kalimantan yang mempunyai riwayat diabetes dan mengkonsumsi kratom, ternyata level glukosanya menjadi rendah dan kondisinya menjadi lebih bagus dibandingkan sebelum mengkonsumsi kratom,” jelas Masteria Yunovilsa Putra Kepala Pusat Riset Vaksin dan Obat, Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Selasa (24/09/2024).
Daun Kratom kini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat karena klaim tentang manfaat kesehatan dan kontroversinya.
Lebih lanjut, tanaman yang berasal dari Asia Tenggara termasuk Indonesia ini, salah satunya digunakan untuk keperluan medis tradisional.
Melalui Kementerian Perdagangan, Pemerintah Indonesia secara resmi mengatur kebijakan penanganan, pemanfaatan, dan perdagangan kratom yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 tahun 2024.
“Kratom atau mitragyna speciosa merupakan tanaman endemik di Asia Tenggara terutama di wilayah Malaysia, dan Indonesia habitatnya mayoritas di Kalimantan, serta terdapat juga di beberapa daerah di Thailand. Umumnya kratom diekspor ke Amerika dan Eropa,” tutur Masteria.
Adapun Kratom merupakan tumbuhan Rubiaceae satu keluarga dengan kopi. Nama lokalnya antara lain purik, ketum di Kalimantan Barat, kedamba, kedemba di Kalimantan Timur. Terdapat beberapa tipe daun dari Kratom ini, yaitu kratom yang memiliki urat daun berwarna hijau dan merah.
Selain itu, Masteria juga menjelaskan, penggunaan kratom secara tradisional dikonsumsi langsung daun keringnya, atau diseduh dengan air panas, dan diminum sebagai teh.
“Kratom dipercaya dapat mengobati infeksi usus, nyeri otot, batuk, diare, serta dapat meningkatkan energi dan suasana hati atau mood booster. Pada abad ke-19, di Malaysia dan Thailand para pecandu opium menggunakan kratom untuk mengatasi kecanduan,” ungkapnya.
Pada 2021, WHO Expert Committee on Drug Dependence (ECDD) melakukan prereview dampak kesehatan kratom. Mereka menyimpulkan tidak ada cukup bukti untuk dilanjutkan ke tahap critical review, namun tetap dilakukan surveilans oleh WHO.
“Riset kratom yang telah dilakukan di Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN hingga saat ini meliputi standarisasi ekstrak alkaloid, study in vitro yang terdiri dari aktivitas antioksidan dalam sel. Kemudian aktivitas anti inflamasi ganda serta adjuvant untuk terapi kanker, dan studi in vivo yang meliputi aktivitas analgesik, putus obat/withdrawal effect serta tes toksisitas akut oral,” ujarnya.
Menurutnya, ekstrak kratom memiliki sifat antioksidan yang mampu melindungi sel dari radikal bebas seperti spesies oksigen reaktif (ROS) dan oksida nitrat.
Ekstrak kratom berupa ekstrak kasar dan alkaloid memiliki aktivitas anti inflamatori melalui potensi penghambat-NSAID COX-2 dan 5-LOX. Dengan efek samping yang lebih sedikit dan dapat digunakan sebagai adjuvant terapi kanker.
“Ekstrak kratom memiliki efek analgesik in vitro dan in vivo. Studi in vivo kami menunjukkan dalam dosis tertentu alkaloid kratom memiliki efek analgesik dua kali lipat lebih tinggi, daripada ekstrak kasar,” kata Masteria.
Masteria menambahkan, kratom alkaloid yang diberikan secara kronis dengan dosis yang ditingkatkan menginduksi lebih sedikit gejala putus obat dibandingkan dengan kelompok morfin.
“Selain itu, alkaloid kratom saat digunakan untuk mengobati kelompok yang diobati morfin cenderung mengurangi gejala putus obat,” pungkas Masteria.