Panennews.com – Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan varites padi Gamagora 7 yang disebut padi ampfibi karena dapat dibudidayakan di lahan kering dan basah. Setelah sukses di Ngawi, Jawa Timur, penanaman padi dilakukan di Desa Karangwungu, Kecamatan Karangdowo, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (18/7/2024).
Inovator padi Gamagora, Prof. Taryono, mengatakan penanaman padi ini untuk mendukung program pertanian berkelanjutan melalui budidaya modern yang rendah emisi karbon.
“Untuk mendukung ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan ini, selain menanam padi Gamagora kita juga menggunakan pupuk organik SSF (Super Smart Fertilizer),” katanya.
Guru Besar Fakultas Pertanian ini menjelaskan, padi bernama lengkap Gama Gogo Rancah ini untuk menyiasati penurunan produksi padi di Indonesia akibat fenomena perubahan iklim global, seperti El-nino dan La-nina.
“Kita menyebutnya padi amfibi arena bisa di lahan kering maupun lahan basah,” katanya.
Menurutnya, padi ini juga disiapkan untuk menghadapi dampak pengalihan fungsi lahan sawah ke non-sawah yang mencapai 96.512 hektar per tahun.
“Dengan nama Gamagora 7, padi ini memiliki keunggulan dari sisi hasil produksi, tahan terhadap hama wereng dan penyakit serta cocok ditanam pada lahan sawah maupun lahan tadah hujan,” paparnya.
Adanya demplot penanaman padi Gamagora di Klaten in menurut Taryono juga akan menjadi bahan evaluasi tentang produktivitas padi tersebut yang rata-rata mencapai lebih dari 9 ton per hektar.
Tim UGM juga dapat mengetahui tingkat kesenjangan dari perbedaan produktivitas padi per hektar. Untuk meningkatkan produktivitas sesuai target, juga dikenalkan pupuk mikro hasil inovasi peneliti UGM yang menggunakan limbah sekam padi, dedaunan dan limbah bulu ayam.
“Di Ngawi, hasil panen demplotnya sudah sanagat mendekati target 9,7 ton gabah per hektar. Kemarin saat panen 9,1 ton per hektar,” katanya.