Panennews.com – Stok cabai dari petani lokal di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah, hanya mampu menyokong 60 persen kebutuhan lokal.
Padahal permintaan pasar tinggi, hal ini yang semakin memicu meroketnya harga cabai di pasaran.
Kabid Perdagangan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Pati, Kuswantoro mengatakan, untuk memenuhi permintaan pasar, pasokan dari luar dilakukan.
“Pasokan cabai biasanya itu diambilkan dari daerah Temanggung, Blitar, dan Malang,” ujarnya, Kamis (14/12/2023).
Adanya biaya tetek bengek untuk mendatangkan cabai dari luar daerah inilah yang memungkinkan kenaikan harga.
“Ketersediaan terbatas memungkinkan harga naik, karena kalau mendatangkan dari luar kota, biaya transportasi mengikuti kenaikan harga,” jelasnya.
Di Pati sendiri, Kuswantoro mengungkapkan, sentra cabai hanya ada di Desa Ngurensiti, Kecamatan Wedarijaksa. Meski wilayah lain ada petani cabai, tetapi tidak sebesar di daerah tersebut.
“Sentranya itu di Ngurensiti. Cabai lokal Pati baru mampu menutup permintaan konsumen lokal 60 persen saja,” terangnya.
Dibeberkan, melejitnya harga cabai saat ini tergolong yang paling tinggi. Misalnya cabai merah teropong yang pada November masih diangka Rp80.000, sekarang tembus Rp110.000 per kilogram.
Cabai merah keriting yang sebelumnya Rp68.000 menjadi Rp85.000 per kilogram.
Kemudian cabai rawit merah dari Rp95.000, saat ini dibandrol dengan harga Rp100.000 per kilogram.
“Untuk harga cabai rawit hijau sekarang itu Rp70.000 per kilogram,” imbuhnya.
Kuswantoro menilai, penanganan harga kepokmas di Pati tidak bisa ditangani secara regional, melainkan nasional.
Oleh sebab itu, pemda hanya bisa melaporkan situasi yang dialami untuk menunggu perintah dari pemerintah pusat.
“Kenaikan harga di Pati, khususnya kepokmas tidak bisa lepas dari pengaruh nasional yang mana beberapa bulan terakhir trennya naik, bahkan lama bertahan,” pungkasnya.