Harga Kedelai Impor Naik, Pakar UGM: Perkuat Ekosistem Kedelai Nasional

oleh -18 views
Ilsutrasi Kedelai
Ilsutrasi Kedelai - Foto : Pexels

Panennews.com – Naiknya harga kedelai impor dipengaruhi beberapa faktor seperti perubahan iklim dan lesunya perekonomian dunia. Momentum memikirkan ekosistem kedelai nasional ke depan secara lebih serius.

Pakar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dwi Apri Nugroho, menyatakan Indonesia mengalami ketergantungan pada kedelai impor karena pasokan kedelai lokal sangat kurang.

Kebutuhan akan kedelai tahunan di Indonesia mencapai 2,7 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri di kisaran 355 ribu ton, sehingga untuk mencukupi kebutuhan nasional diperlukan pengadaan kedelai dari luar.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dollar tengah menurun dan biaya angkut dari negara asal ke Indonesia mengalami kenaikan.

“Semua berimbas pada harga kedelai impor yang beredar di pasaran,” ujar dia UGM, Jumat (24/11/2023). Harga kedelain impor dari Rp10 ribu naik hingga Rp11 ribu bahkan pernah menyentuh Rp13 ribu.

Secara kebetulan, kata Bayu, kenaikan harga kedelai dunia juga karena beberapa negara penghasil kedelai seperti Amerika Serikat dan Brasil belum memasuki masa panen. Negara-negara tersebut baru akan panen di sekitar bulan Desember 2023-Januari 2024.

Baca Juga :   Banyak Panen Raya, Harga Gabah Di Bantul Berangsur Turun

“Belum lagi saat ini beberapa negara penghasil kedelai juga melakukan pembatasan ekspor. Artinya, kedelai yang diekspor mengalami penurunan, dan tentunya berimbas pada kenaikan harga di negara-negara pengimpor,” ujarnya.

Kondisi pembatasan ekspor oleh negara-negara penghasil kedelai juga akibat poduksi kedelai di sejumlah negara itu sedang turun. Salah satu faktor penyebabnya adalah dampak perubahan iklim yang membuat produksi kedelai tidak maksimal.

“Fenomena El Nino, sebagai salah satu indikator perubahan iklim tahun 2023, menjadi faktor penyebab terjadinya penurunan produksi di berbagai negara penghasil kedelai,” tuturnya.

Menurut Bayu, beberapa langkah bisa ditempuh untuk mengatasi situasi ini, seperti pemberian subsidi dari pemerintah agar harga-harga kedelai tetap terjaga pada harga yang stabil.

Namun tetap diperlukan berbagai solusi untuk jangka menengah dan panjang, seperti mengembangkan varietas-varietas kedelai unggul sesuai kondisi lingkungan di Indonesia.

Baca Juga :   Ribuan Warga Kota Yogya, Terima Bantuan Beras Hingga 10 Kilogram

“Karena kita tahu kedelai ini sangat cocok ditanam di kondisi iklim sub tropis. Meski begitu untuk di Indonesia dengan iklim tropis bisa juga tumbuh, walaupun hasilnya tidak maksimal,” ungkapnya.

Ia juga mendorong petani memanfaatkan atau mengoptimalkan lahan-lahan yang ada. Ini perlu dilakukan karena kedelai yang ditanam di Indonesia bukan merupakan tanaman utama, namun sebagai tanaman sela.

“Artinya bisa ditanam di musim tanam setelah tanaman pangan dalam hal ini padi atau jagung (MT3),” katanya.

Bayu menjelaskan, ke depan diperlukan lahan-lahan khusus, yaitu lahan yang disiapkan untuk menanam komoditas kedelai dan tidak lagi menjadi tanaman sela.

Diperlukan pula penguatan ekosistem kedelai nasional dari hulu sampai hilir secara masif dan serius oleh pemerintah dan swasta sehingga ada peningkatan produksi dan terjaganya kestabilan harga di tingkat petani.

“Pelibatan stakeholder seperti petani, pemerintah daerah, lembaga penelitian atau perguruan tinggi, perbankan dan offtaker, menjadi kunci keberhasilan dalam ekosistem kedelai nasional,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.