Lampung Tumbuh Menjadi Eksportir Kopi Terbesar
Di Hindia Belanda (Indonesia), kopi mulai dikenal sejak tahun 1696. Saat itu Nicholas Witsen, Walikota Amsterdam, memerintahkan pasukan Belanda di pantai Malabar, India, yakni Adrian Van Ommen agar membawa biji kopi ke Batavia. Kopi jenis arabica itu pertama-tama ditanam dan dibudidayakan di wilayah Pondok Kopi, Jatinegara saat ini. Namun percobaan pertama ini mengalami kegagalan akibat gempa bumi dan banjir.
Pada 1699 Belanda kembali melakukan upaya kedua dengan mendatangkan stek (batang yang dikawinkan) pohon kopi yang juga dari Malabar. Upaya ini berhasil. Pada 1706 biji kopi hasil alam koloni Belanda ini dibawa ke Amsterdam dan terbukti berkualitas baik. Hasil dari penelitian di Amsterdam itulah yang kemudian menjadi dasar kebijakan Belanda untuk mengembangkan budidaya kopi ke berbagai wilayah. Kopi pun menyebar ke Sumatera, Sulawesi, Bali, Timor, dan pulau-pulau kecil Hindia Belanda.
Hingga pada 1711 biji-biji kopi tersebut untuk pertama kalinya diekspor ke Eropa. Sepuluh tahun kemudian, pada 1721, ekspor kopi Hindia Belanda meningkat sampai 60 ton per tahun. Tanah ini pun menjadi perkebunan kopi pertama di luar Arab dan Ethiopia. Ia membuat VOC memonopoli perdagangan kopi ini dari 1725 – 1780. Di Eropa nama kopi Jawa sangat terkenal hingga mereka menyebutnya bukan dengan secangkir kopi, melainkan “secangkir Jawa”. Tercatat hingga pertengahan abad ke 19 kopi Jawa dikatakan menjadi kopi terbaik di dunia.
Dimana kopi Lampung? Surip Mawardi, seorang maestro kopi Indonesia menyebut Lampung menjadi penghasil kopi terbesar sejak tahun 1840-an. Itu terjadi di masa sistem tanam paksa atau cultuur stelsel diberlakukan, yakni pada era Gubernur Jenderal Johannes Van Den Bosch (1780-1844). Penduduk Lampung diwajibkan menanam komoditi ekspor pemerintah kolonial Belanda, termasuk kopi yang dikenal di pasar Eropa. Meski kejam dan tidak manusiawi, dampak dari kebijakan itu membuat Lampung menjadi pemasok biji kopi terbesar di Eropa.
Buku Lampong Tanah Lan Tijanipoen karangan Probonegoro menuliskan pada 1856 orang Lampung telah menanam kopi. Setahun kemudian pada 1857 Residen Lampung melaporkan pohon kopi telah ditanam sebanyak 200.000. Akibatnya, pada 1862 produksi kopi Lampung mengalami peningkatan menjadi 4 juta.
Peristiwa meletusnya Gunung Krakatau pada 1883 turut menurunkan produktivitas kopi Lampung.
Pendapat lain mengatakan penurunan produksi kopi Lampung dan juga Jawa bermula ketika serangan virus kopi melanda pada 1878. Setiap perkebunan di Hindia Belanda dipaksa adaptasi iklim karena terkena hama yang disebabkan oleh virus hemileia vasatrix. Virus ini mematikan semua tanaman arabica yang tumbuh di dataran rendah. Kopi arabica yang tersisa tinggal perkebunan yang berada di dataran tinggi sekitar 1.000 Mdpl.
Akibatnya Belanda mendatangkan biji kopi jenis baru bernama kopi liberika. Namun ia tidak mampu bertahan lama. Kopi liberika pun tumbang dan digantikan dengan kopi robusta yang datang pada 1907 (kemana pertama kali?). Robusta mampu bertahan dan lebih tahan terhadap hama. Ia mampu tumbuh subur dan cocok dengan iklim dataran rendah Lampung. Inilah awal mula kopi robusta Lampung.