Panennews.com – Dewan Direksi Konsorsium Karet Internasional (the International Rubber Consortium/IRCo) kembali menggelar pertemuan di Bangkok, Thailand pada hari Jumat (16/8). Pertemuan membahas kelanjutan implementasi kesepakatan skema tonase ekspor (Agreed Export Tonnage Scheme/AETS) dalam mengantisipasi pergerakan harga karet internasional.
AETS merupakan kesepakatan di antara tiga negara anggota komite karet tripartit internasional (International Tripartite Rubber Council/ITRC) yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand untuk mengurangi volume ekspor karet alam sebanyak 240 ribu MT. Implementasi AETS untuk Indonesia dan Malaysia berlangsung pada periode 1 April—31 Juli 2019, sementara Thailand pada 20 Mei—19 September 2019.
“Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Indonesia telah memenuhi ketentuan implementasi AETS dengan total ekspor sebesar 934,36 ribu ton dan sesuai dengan perkiraan jumlah maksimum ekspor yang tertuang dalam Permendag No.779/2019.
Dalam pertemuan tersebut, Thailand dan Malaysia juga mengonfirmasi pemenuhan implementasi AETS,” ungkap Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kasan. Dalam pertemuan ini, salah satu isu yang menjadi perhatian negara anggota ITRC adalah wabah penyakit gugur daun Pestaliopsis sp. Penyakit ini telah menjangkiti lahan perkebunan karet di Indonesia dan Peninsula Malaysia. Saat ini, Thailand juga mewaspadai kemungkinan penyebaran penyakit tersebut ke wilayahnya.
Sebelumnya pada 24 Juli 2019, Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa penyakit gugur daun telah menyerang sentra karet Sumatra dan Kalimantan seluas kurang lebih 382 ribu ha. Hal ini berdampak pada pengurangan karet Indonesia sedikitnya sebesar 15 persen dari total produksi tahun 2019. Kemunculan penyakit ini merupakan konsekuensi dari kurangnya perawatan yang dilakukan petani karet akibat dampak harga karet yang tidak stabil dalam waktu lama.
Kasan juga mengungkapkan, isu lain yang menjadi topik pembahasan adalah antisipasi penurunan permintaan karet global sebagai dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Sebagai contoh, lemahnya permintaan karet dari China diakibatkan menurunnya produksi dan penjualan otomotif di negeri tirai bambu tersebut. Oleh karena itu, sejumlah langkah antisipatif perlu diambil untuk menyiasati kondisi global yang tidak menentu tersebut.
“Negara-negara anggota ITRC telah mengintensifkan upaya untuk meningkatkan konsumsi karet dalam negeri dalam proyek-proyek infrastruktur seperti jalan, seismik, dan bantalan jembatan. Selain itu, karet alam juga digunakan dalam produk lain seperti sepatbor dermaga, ubin pengaman taman bermain, kerucut lalu lintas, spanduk jalan, serta tikar serat,” pungkas Kasan, di kutip dari siaran pers Kemendag RI.