Panennews.com – Buah salak menjadi ikon dari Kabupaten Sleman dan menjadi komoditas unggulan yang memberikan kontribusi ekonomi yang cukup tinggi bagi petani. Setelah salah pondok lebih dahulu popular, Sleman kini mengembangkan varietas salak madu.
Sejak resmi dilepas sebagai varietas unggulan pada tahun 2015, populasi tanaman salak madu terus meningkat.
“Data kami pada 2016 luas panen salak madu hanya 38,67 hektar, dan terus naik di tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2023 luas panen salak madu menjadi 167,89 hektar,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Suparmono, Minggu (20/10/2024).
Ia menjelaskan saat ini, ada dua varian salak madu yang dikembangkan di Sleman, yaitu: Salak Madu Balerante dan Salak Madu Sokomartani atau Probo. Salak madu memang lebih disukai konsumen daripada salak pondoh super.
“Daging buah empuk dan citarasanya lebih manis ketimbang pondoh, apabila daging buah dipencet dengan jari akan keluar cairan seperti madu. Cairan ini tidak dijumpai pada salak pondoh dan salak gading,” ujarnya.
Namun harga salak madu relatif lebih mahal dan populasinya masih sedikit. Harga salak pondoh di tingkat petani antara Rp. 1.000 – 3.000 per kg sedangkan di tingkat konsumen berkisar Rp 5.000-10.000.
Sedangkan madu probo ditingkat petani paling rendah diharga Rp. 5000 dan di tingkat konsumen Rp. 10.000-15.000 per kg.
“Bahkan saat ini, karena rendahnya produksi salak akibat dampak el nino dan kekeringan harga madu probo bisa mencapai Rp. 25.000 per kg. Hal ini memicu semangat petani untuk mengembangkan salak madu itu lantaran cita rasa enak dan disukai pasar, serta harganya yang tinggi,” jelasnya.
Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Sleman pun mendorong pengembangan salak madu untuk peningkatan kesejahteraan petani salak Sleman. Upaya yang telah dilakukan adalah dengan pemberian mesin chopper kepada beberapa kelompok tani pembudidaya salak.
“Ini untuk mempermudah proses pencacahan pelepah salak sebagai pupuk alami tanaman salak serta pemberian bantuan Pupuk Hayati Cair (PHC) untuk mempercepat proses fermentasi pupuk hayati salak di areal pertanaman salak,” kata Suparmono.
Untuk mengatasi permasalahan produksi yang menurun pada musim kemarau, Dinas Pertanian Sleman akan membuat demonstrasi plot penerapan teknologi irigasi tetes untuk tanaman salak.
“Dengan suplai air yang cukup, harapannya tanaman salak tetap produktif dimusim kemarau dan petani dapat menikmati harga salak sangat tinggi, dikarenakan pada musim kemarau produksi salak turun di semua sentra,” lanjutnya.
Selain kedua varietas tersebuat, Pemkab Sleman juga akan mengupayakan peluang pasar salak spesifik lainnya seperti salak gading yang mempunyai keistimewaan, yaitu rasa khas sepet serta warna yang sangat menarik.
Luas panen salak gading saat ini baru 1,51 Ha dengan produksi sebesar 745,60 kw.
Saat ini ada empat jenis salak yang dikembangkan Kabupaten Sleman, yakni salak pondoh, salak madu, salak gading, dan salak biasa yang umumnya berada di Kapanewon Tempel, Turi, dan Pakem.
“Keempat salak tersebut secara tampilan berbeda dan rasanya pun berbeda. Misalnya salak gading memiliki warna kulit kuning terang dan rasanya agak asam. Sedang salak madu ukurannya lebih besar dari salak pondoh, warna kulitnya lebih terang dibanding dengan salak pondoh, dan juga rasanya lebih manis,” tutur Suparmono.