Panennews.com – Teknologi Single Bud Planting (SBP) merupakan metode perbanyakan benih tebu menggunakan batang tebu dengan satu mata tunas, dimana benih hanya berasal dari mata tunas tersebut dan bagian ruas di sekelilingnya.
Metode ini diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2010 dan telah menunjukkan potensi signifikan untuk meningkatkan produktivitas tebu.
Menurut data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, rata-rata produksi tebu giling di Indonesia adalah 76,3 ton per hektar, sedangkan penelitian menunjukkan potensi produksi mencapai 132,2 ton per hektar. Dengan demikian, hasil riset diharapkan dapat diterapkan secara lebih luas di lapangan.
Wawan Sulistiono, Peneliti Ahli Muda di Pusat Riset Tanaman Perkebunan, BRIN, mengungkapkan hal ini dalam webinar EstCrops_Corner #7.
Webinar ini mengangkat topik “Pengembangan Teknologi Single Bud Planting (SBP) Tebu Rakyat Tahan Kering Aplikatif untuk Meningkatkan Produktivitas dan Rendemen.”
Wawan menjelaskan bahwa berdasarkan data Statistik Unggulan Perkebunan Nasional 2021-2023 dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, produktivitas hablur gula nasional mengalami variasi.
Adapun itu, dari 5,25 ton per hektar pada 2021, turun menjadi 4,92 ton per hektar pada 2022, dan naik lagi menjadi 5,28 ton per hektar pada 2023.
Produktivitas hablur gula tertinggi untuk tebu rakyat dicatatkan di Jatim dengan 5,6 ton per hektar pada 2021 dan Kediri dengan 6,2 ton per hektar pada tahun yang sama.
Sementara itu, data riset tahun 2017 menunjukkan produktivitas tebu giling mencapai 109,69 ton per hektar dengan rendemen 8,24% dan hablur gula 10,4 ton per hektar.
Dengan teknologi SBP, produktivitas tebu bisa mencapai 123,45 ton per hektar dengan rendemen 8%, yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional.
Lebih lanjut, SBP menawarkan keunggulan seperti peningkatan komponen pertumbuhan dan hasil yang lebih besar, dengan anakan yang lebih banyak dan pertumbuhan yang lebih seragam.
Selain itu, Wawan juga menyoroti tantangan dalam penanaman tebu yang semakin bergeser ke lahan kering, bersaing dengan lahan irigasi dan masalah kelangkaan pupuk.
Untuk mengatasi kendala ini, peneliti fokus pada pengembangan varietas unggul toleran cekaman abiotik, aplikasi mikrobiologi positif untuk meningkatkan pertumbuhan, pengelolaan air optimal, dan penerapan teknologi SBP untuk menanggapi perubahan iklim.
Tak hanya itu, inovasi teknologi juga meliputi pemupukan berbasis analisis kesuburan tanah, penambahan bahan organik seperti pupuk kotoran kambing dan blotong, serta aplikasi pupuk mikro seperti silikon (Si).
Lebih jauh, Program intensifikasi termasuk peningkatan mutu benih dengan inokulasi Jamur Arbuskula Mikoriza (JMA) atau bakteri endofitik di persemaian, dan penggunaan jarak tanam 50/60 x 100 cm untuk efisiensi benih.
“SBP juga berkontribusi pada efisiensi pemupukan dan penghematan benih, dengan kebutuhan benih berkurang menjadi 2,5 ton per hektar dari 8 ton per hektar pada metode konvensional. Produktivitas tebu giling dipengaruhi oleh sifat fisiologi dan pertumbuhan seperti laju fotosintesis, indeks luas daun, dan kandungan prolin daun,” kata Wawan.