Panennews.com – Perubahan iklim makin mengancam pangan dan kehidupan terutama masyarakat pedesaan. Petani dan perempuan tani menjadi kelompok yang paling rentan terkena dampaknya. Nasib petani berada di ujung tanduk, padahal mereka menjadi aktor penting dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan.
Hal itu mengemuka dalam Festival Suara Petani pada 11-12 Juli 2024 di Lokananta, Solo, Jawa Tengah, yang digelar Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP).
Besarnya dampak perubahan iklim ini dinyatakan sejumlah petani, yang hadir di Festival Suara Petani, seperti oleh Ateng, petani di Karawang dan Marianti, petani dari Klaten.
Keduanya mengaku bahwa dalam lima tahun terakhir musim makin tidak menentu. Akibatnya, mereka mengalami kerugian karena sering gagal panen dan pendapatannya berkurang.
“Sekarang kerja di sawah makin panas. Tapi ya gimana lagi, terus aja bekerja karena kebutuhan. Kalau udah gak tahan yah paling berendam dulu di irigasi, nanti kerja lagi, gitu aja terus. Hasilnya sekarang lebih sedikit,” ujar Ibu Ateng.
“Jadi petani makin susah, capek. Kalau ke sawah pagi-pagi sudah berangkat. Sekarang jam 10 panasnya sudah pol. Badannya jadi tidak enak, pusing juga,” imbuh Marianti.
Selama dua hari, festival ini menghadirkan tiga rangkaian dialog antara petani, pemerintah, dan para pemangku pertanian. Selain itu, juga digelar pentas seni petani, pameran foto, gelar olahan pangan, dan icip-icip berbagai varietas nasi Nusantara.
Witoro, Ketua Badan Pengurus KRKP, mengutarakan festival ini diselenggarakan sebagai ruang temu dan dialog antara petani, publik, dan pemerintah sebagai penguatan komitmen menghadapi perubahan iklim.
“Dalam beberapa tahun terakhir KRKP banyak menyoroti isu ini, khususnya pada sektor pertanian padi, karena tanpa upaya serius dalam pengurangan gas emisi dan adaptasi, maka akan mengancam kehidupan petani dan ketahanan pangan nasional,” ucap Witoro