Panennews.com – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, meminta desa membuka lapangan kerja baru selain petani dan nelayan guna meningkatkan kesejahteraan warga. Desa wisata dan desa mandiri budaya dikembangkan sebagai alternatif di DIY.
Hal itu dikemukakan Sultan saat Penyerahan Penghargaan Lomba Desa Wisata Tingkat DIY Tahun 2023, Senin (21/8/2022/3).
“Kami coba pertumbuhan ekonomi di Jogja diturunkan di tingkat kecamatan, sehingga desa punya kewajiban membuka lapangan kerja baru. Dan bagi para Lurah, kami tegaskan, kami tidak ingin mengulang kembali fakta-fakta masa lalu, di mana di desa tidak ada lapangan pekerjaan selain petani dan nelayan,” tutur Sultan.
Pemda DIY berkeyakinan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan lebih efektif jika digerakkan mulai dari tingkat desa.
Untuk itu, kebijakan reformasi kelurahan atau kalurahan (istilah desa di DIY) dicanangkan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sultan mengakui, Pemda DIY sejak lama membantu pengembangan desa mandiri budaya seperti di Nglanggeran (Gunungkidul) dan Mangunan (Bantul).
Namun dalam pengembangan desa mandiri, Sultan berharap disertai perubahan pola pikir masyarakatnya yang harus lebih kreatif, inovatif dan memiliki manajemen yang baik.
“Dengan reformasi kalurahan telah menjadi kebijakan, harapannya desa tidak hanya mengharapkan bantuan. Tapi masyarakat bersama lurah (kepala desa) dan perangkat desa memiliki sistem manajemen yang baru, yang bisa membuka lapangan kerja baru, tergantung dari potensi desanya. Sehingga, tanpa membedakan, semua bisa berkembang,” imbuh
Sultan.
Raja Keraton Yogyakarta ini berharap, kelompok-kelompok masyarakat di desa yang terdiri dari berbagai sektor bisa bersatu mengembangkan potensi desa untuk maju dan mandiri bersama tanpa meninggalkan budaya lokal sebagai pijakan.
“Selamat bagi mereka yang bisa mengembangkan diri dan memberikan ruang pada desa untuk tumbuh dan berkembang, seperti apa yang kita harapkan dalam program desa mandiri budaya,” kata Sultan.
Kepala Dinas Pariwisata DIY, Singgih Raharjo, mengaku menilai desa wisata sesuai standar ASEAN tidak mudah, bahkan harus dilakukan dengan menyamar sebagai wisatawan.
“Terkadang sampai harus menyamar agar mendapatkan data riil. Kami berharap apa yang terlihat ini memang benar-benar hasil pembinaan dan pendampingan dari stakeholder. Mekanisme penjurian juga menggunakan standar ASEAN yang telah tersertifikasi, demi mendorong desa wisata di DIY menuju desa wisata berkelas dunia,” ungkapnya.