Panennews.com-Kejahatan perikanan di Indonesia merupakan musuh besar terhadap keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan, salah satunya tindak pidana pencucian uang (TPPU) bidang kelautan dan perikanan, yang disinyalir menimbulkan kerugian besar bagi negara. Kini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XIX/2021, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan diberikan kewenangan untuk mengusut TPPU. Untuk itu, perlu disiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang andal, antara lain melalui pelatihan.
Untuk meningkatkan kapasitas SDM-nya, KKP bekerja sama dengan berbagai pihak. Kali ini sinergi dilakukan dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) pada Pelatihan Penanganan TPPU bagi PPNS Perikanan, Selasa (15/2/2022).
Sebanyak 45 orang pengawas perikanan yang telah memiliki kewenangan sebagai PPNS dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP mengikuti pelatihan yang dimotori oleh Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP. Sebagai penanggung jawab utama dalam penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM), BRSDM mendukung peningkatan kapasitas PPNS Perikanan dalam rangka memberantas kasus Tindak Pidana di bidang Kelautan dan Perikanan (TPKP). Hal ini sejalan dengan komitmen Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang lestari dan berkelanjutan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri Trenggono menegaskan komitmen pihaknya dalam meningkatkan pengawasan di wilayah perairan yuridiksi Indonesia, salah satuya memberantas praktik Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF). Komitmen ini diwujudkan dalam penguatan pengawasan yang dilakukan melalui patroli maupun menggunakan teknologi satelit.
“Saya berharap kepada seluruh jajaran Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan untuk selalu berkoordinasi dengan seluruh unit kerja Eselon I di Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Pemerintah Daerah dalam menentukan jenis pelatihan yang akan dilaksanakan,” ujar Menteri Trenggono pada Pelatihan Akbar dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun KKP tahun lalu.
Pada pelatihan PPNS ini disampaikan, penyidikan atas kasus TPKP yang selama ini dilakukan lebih banyak dikenakan pasal sangkaan yang terbatas pada peraturan di bidang kelautan dan perikanan. Di sisi lain, tindak pidana tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan dengan tindak kejahatan pada sektor lainya, seperti ketenagakerjaan, kekarantinaan, kepabeanan, TPPU, dan lainya. Adanya putusan MK terkait uji materi (judicial review) atas Penjelasan Pasal 74 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, memberikan angin segar bagi Penyidik TPPU di sektor kelautan dan perikanan.
Direktur Jenderal PSDKP Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin menegaskan, adanya kewenangan penyidikan TPPU diharapkan dapat mengungkap dan mempidanakan penerima manfaat (beneficial owner) sehingga memberikan efek jera bagi pelaku TPPU di sektor kelautan dan perikanan. Adin menjelaskan, pengungkapan beneficial owner tersebut penting dalam upaya pengembalian kerugian negara yang ditimbulkan dari TPKP.
“Kini PPNS Perikanan dapat melakukan penelusuran aset-aset pelaku tindak penucian uang. Hal ini diharapkan menjadi langkah maju dalam upaya recovery aset pengembalian kerugian negara,” terang Adin.
Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) Lilly Aprilya Pregiwati menjelaskan, diperlukan kompetensi yang mumpuni bagi Pengawas Perikanan khususnya PPNS untuk dapat melakukan penyidikan dan pengembangan kasus. Selain itu, Lilly menyadari bahwa dibutuhkan kerja sama dengan instansi/lembaga terkait untuk pengembangan kasus perikanan, seperti kerja sama dalam akses penelusuran unsur-unsur TPPU, enforcement skill, dan kerja sama internasional.
“Pelatihan Penanganan TPPU PPNS Perikanan ini dilengkapi 11 materi pelatihan yang memuat seluruh unsur penanganan TPPU dan juga bedah kasus. Adapun 17 narasumber dan fasilitator pelatihan ini merupakan para pakar dan ahli bidang Penanganan TPPU. Kami berharap pelatihan ini mampu memperluas wawasan dan kemampuan PPNS Perikanan dalam mengidentifikasi, menangani, dan melakukan penyidikan kasus TPPU sektor kelautan dan perikanan,” tutupnya.
CEO IOJI Mas Ahmad Santosa mengaku optimis terhadap upaya pemberantasan TPPU, dan mengingatkan ancaman IUUF bagi Indonesia. Misalnya kasus IUUF yang dilakukan Kapal Silver Sea 2 berbendera Thailand beberapa tahun silam. Penanganan kasusnya menghasilkan pemasukan kas negara sekitar Rp20 miliar.
“Sayangnya penyidikan hanya berhenti di tindak pidana perikanan karena penyidikan TPPU belum dapat diterapkan saat itu. Adanya kewenangan baru ini diharapkan terjadi pemulihan atau asset recovery yang dapat meningkatkan PNBP. Insya Allah sinergitas ini bukan yang terakhir, tetapi akan ada kegiatan lanjutan,” tutupnya.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyambut baik penyelenggaraan pelatihan ini. Pihaknya mendukung kolaborasi antara KKP dan PPATK untuk memberantas kasus TPPU di sektor kelautan dan perikanan. Selain itu, Ivan menyarankan agar KKP segera membentuk Sectoral Risk Assessment, yaitu penilaian risiko TPPU dan TPPT secara sektoral yang disusun oleh Kementerian/Lembaga terkait terhadap industri di bawah kewenangannya.