Panennews.com – Sebagai respons terhadap ancaman penyebaran penyakit African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika.
Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin) Sahat Manaor Panggabean tekankan pentingnya penerapan biosekuriti.
Hal demikian Sahat sampaikan kepada kepala daerah sebagai narasumber dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Kementerian Dalam Negeri.
“Penerapan biosekuriti yang ketat ini pernah dilakukan di Bali dan berhasil. Dengan menyemprotkan disinfektan di tempat pemasukan dan pengeluaran, termasuk juga di kandang-kandang. Para peternak harus lebih berhati-hati dan menjaga sanitasi di kandang agar wabah tidak menyebar lebih luas,” jelas Sahat dalam paparannya di Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Pasalnya, Sahat menjelaskan, virus tersebut dapat bertahan beberapa bulan di kandang, 140 hari di produk olahan, dan 18 bulan di karkas. Juga dapat menyebar terbawa oleh manusia yang berasal dari kandang yang terjangkit positif ASF. Namun, virus tersebut tidak bersifat zoonosis.
Sahat lebih lanjut mengatakan bahwa peran Barantin yang dilakukan dengan memperketat pengawasan orang, lalu lintas ternak, serta alat angkut di tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan. Pihaknya juga melakukan tindakan karantina hewan dan biosekuriti di instalasi karantina hewan.
“Selain biosekuriti, tentunya peran masyarakat juga sangat penting untuk menekan penyebaran ASF ini. Misalnya tidak membuang bangkai babi yang positif ASF ke sungai. Justru hal demikian dapat turut menyebarkan. Jadi harus dibakar dalam insinerator,” harapnya.
Rakor yang diikuti seluruh pemerintah daerah ini bertujuan salah satunya untuk membahas langkah-langkah strategis dalam mengendalikan penyebaran wabah ASF. Berpotensi menyebabkan kelangkaan pasokan daging babi, serta menjaga stabilitas harga di daerah.
Dalam rapat yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tersebut, Sahat juga menegaskan pentingnya upaya bersama untuk mencegah penyebaran ASF, yang dapat memengaruhi kestabilan harga daging babi dan berdampak langsung pada inflasi daerah.
ASF, yang telah menjangkit beberapa daerah, menyebabkan banyak peternak babi kehilangan hewan ternaknya, sehingga pasokan daging babi menjadi terbatas.
“Langkah pencegahan penyebaran ASF sangat krusial untuk menghindari kelangkaan daging babi yang dapat memicu inflasi. Selain itu, pengendalian penyakit ini juga merupakan bagian dari upaya menjaga ketahanan pangan dan kesejahteraan peternak lokal,” ujar Ka Barantin.