Panennews.com – Program hilirisasi pertanian yang didukung oleh kebijakan perdagangan dan pembukaan akses pasar secara masif dapat menjadi kunci bagi peningkatan ekspor produk olahan pertanian.
Strategi ini diharapkan menjadi salah satu terobosan signifikan (game changer) dalam transformasi perdagangan ke depan guna mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih tinggi.
Hal ini disoroti oleh Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag) Fajarini Puntodewi dalam pembukaan Gambir Trade Talk (GTT) #16 yang digelar secara hibrida di Jakarta. GTT #16 mengusung tema “Peluang dan Tantangan Peningkatan Kompleksitas Ekspor Pertanian Indonesia”.
“Hilirisasi di sektor pertanian sangat penting, mengingat nilai ekspor sektor pertanian masih tergolong rendah, yaitu USD2,77 Miliar pada Januari-Juli 2024. Upaya untuk mengolah dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian perlu ditingkatkan agar Indonesia dapat bersaing secara efektif di pasar internasional. Hal ini dapat menjadi salah satu game changer bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,” jelas Puntodewi, Sabtu (19/10/2024).
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi utama di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada triwulan II-2024, sektor ini menyumbang 13,78 persen atau menjadi kontributor kedua terbesar dari pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun, nilai pertumbuhan sektor ini hanya 3,25 persen, masih di bawah target pertumbuhan sektor pertanian pada 2024, yaitu 3,4–3,8 persen.
Sektor pertanian memiliki berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan. Pertama, pertumbuhan populasi di negara-negara berpendapatan rendah, terutama di Afrika Sub-Sahara yang diperkirakan akan meningkat dengan cepat atau mencapai 2,4 persen per tahun. Hal ini berpotensi menciptakan pasar baru bagi ekspor produk pertanian Indonesia.
Kedua, tren impor produk pertanian global tumbuh 4,68 persen pada periode 2018–2029. Tren ini juga membuka peluang besar bagi produk pertanian Indonesia untuk memasuki pasar internasional.
Lebih lanjut Puntodewi menjelaskan, jika dilihat dari kompleksitas perdagangan, pada 2022, nilai Economic Complexity Index (ECI) Indonesia sebesar 0,002 atau berada di peringkat ke-67 dari 133 negara.
Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, peringkat ECI Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat peluang untuk meningkatkan perdagangan di sektor pertanian, salah satunya melalui hilirisasi.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Irfan Syauqi Beik menyampaikan, pertanian adalah isu strategis karena menurut Presiden Soekarno, kedaulatan negara bergantung pada ketahanan pangan. Menurut Irfan, sektor pertanian masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
“Sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian masih potensial untuk berkembang. Tantangan yang ada perlu dihadapi dengan strategi kebijakan yang dirumuskan seluruh pemangku kepentingan,” ujar Irfan
Dalam kesempatan ini, Wijayanto menekankan, produk olahan pertanian Indonesia memainkan peran penting dalam perekonomian nasional dan menjadi andalan dalam perdagangan internasional.
Lebih lanjut, potensi besar dari sektor ini mencakup pasar global yang semakin peduli dengan produk berbasis kesehatan, keberlanjutan, dan kualitas tinggi.
“Hilirisasi sawit bisa mencapai lebih dari dua ribu produk. Dengan fokus pada inovasi produk dan peningkatan keberlanjutan, Indonesia dapat terus meningkatkan nilai tambah dari produk pertanian di pasar internasional,” ujar Wijayanto.