Panennews.com – Ketahanan pangan tak hanya menjadi persoalan global semata. Isu tersebut cukup riskan di Provinsi Jawa Tengah (Jateng), dimana produksi sektor pertanian padi dan beras terus merosot dari tahun ke tahun.
Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, sejak tahun 2021-2023 produksi padi dan beras memang mengalami penurunan.
Kondisi ini dibayangi dengan menyusutnya luas panen gabah yang mencapai hampir 60 hektare. Padahal di sisi lain produksi jagung, ubi kayu, dan ubi jalar juga bersifat fluktuatif.
Rektor Universitas Muria Kudus (UMK) Kabupaten Kudus, Darsono, mengatakan sektor ketahanan pangan dewasa ini memang masih indah untuk didiskusikan, tetapi juga harus lekas didaulatkan.
“Pendekatan pembangunan pertanian ini harus direka ulang dan ditata ulang dalam kerangka agar bisa melakukan recovery terhadap semua deplesi dan semua penurunan yang terjadi, baik itu dari sisi luasan, kuantitas, hingga kualitas (hasil pertanian),” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima panennews, Jumat (23/8/2024).
Provinsi Jawa Tengah sejatinya memiliki wilayah serta lahan yang subur. Akan tetapi, dalam konteks sektor pangan di wilayah Jawa Tengah terdapat fragility atau kerapuhan.
“Sehingga, bagaimana Jateng ini membuat desain untuk mengatasi semua itu (sektor kerapuhan pangan) adalah harus berani melakukan hal baru, misalnya melakukan scaling up dari sisi pengusahaan, jadi pendekatannya itu memang harus dari hulu ke hilir,” hematnya.
Disebutkan, berdasarkan sejumlah teori, para petani di Indonesia belum bisa disebut sebagai farmer, melainkan passion, dimana hanya petani subsisten.
“Bagaimana sektor ini (petani subsisten) di-scaling up menjadi pengusahaan pertanian yang benar-benar berbasis kepada analisis produksi yang baik,” sebutnya.
Pergeseran tata kelola kebijakan pembangunan pertanian yang cenderung governance leads menuju kepada privat.
Maksudnya adalah penatalaksanaan program pertanian tidak lagi sepenuhnya dikelola oleh pemerintah, tetapi terdapat peran pihak swasta, hingga masyarakat secara umum, dengan catatan ada mekanisme insentif yang memadai.
“Kemudian pada poin berikutnya adalah bagaimana melakukan perbaikan-perbaikan dari sisi usaha tani, sehingga sektor pengusahaan pertanian dapat berjalan lebih efisien,” pungkasnya.