Panennews.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bergerak cepat untuk mengatasi kenaikan harga cabai.
Berdasarkan data, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya, harga cabai dari petani mencapai Rp70.000/kg. Sedangkan, per Senin kemarin harga cabai menurun, yakni Rp69.000/kg.
Kepala Dinas ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya. Antiek Sugiharti mengatakan, melonjaknya harga cabai disebabkan faktor iklim, yakni kekeringan di daerah penghasil, serta adanya serangan hama.
Di sisi lain, para petani di daerah penghasil baru selesai melakukan proses tanam, maka memerlukan waktu untuk berbuah/panen.
“Untuk mengetahui bagaimana kondisi harga, kita rutin melakukan pengecekan harga pangan di pasar,” tutur Antiek, Rabu (31/07/2024).
Antiek mengungkapkan, kebutuhan cabai besar di Kota Surabaya sebanyak 270 ton/per bulan, dan cabai rawit sebanyak 391 ton/per bulan.
Untuk memenuhi kebutuhan cabai, surabaya mendapat pasokan dari daerah penghasil, seperti dari daerah Kediri, Malang, Blitar, dan sebagian dari Provinsi Jawa Tengah.
Untuk menambah pasokan, Pemkot Surabaya juga memanfaatkan lahan Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) dan Hutan Raya yang memungkinkan untuk dilakukan penanaman. Hal tersebut tidak dilakukan sendiri, DKPP Kota Surabaya menggandeng Kelompok tani atau Poktan.
“Petani yang kita dorong, ada di Made, Pakal, dan Lakarsantri. Kita juga mendorong petani urban farming yang menanam di pekarangan rumah, atau yang memanfaatkan lahan fasum/fasos itu,” terangnya.
Ia menambahkan, upaya yang dilakukan Pemkot Surabaya untuk mengikis tingginya harga cabai di pasar merupakan mengatur pola tanam. Kegiatan tanam cabai ini dilakukan bersama Poktan dan petani urban farming.
“Kita mengatur pola tanam, jadi kita sudah bisa membaca trennya pada bulan-bulan tertentu ketika harga cabai naik, biasanya menjelang hari besar atau pada musim yang cabai itu tidak bisa produksi bagus, atau adanya serangan hama,” kata dia.
Lebih jauh Antiek berharap, warga Kota Surabaya bisa menanam cabai di rumahnya masing-masing, dengan minimal menanam pada 2 pot.
“Itu bisa untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Kalau menanam minimal 2 pot, itu sudah mampu mengurangi kebutuhan pasar. Kalau kebutuhan terbesar, biasanya dari rumah makan atau restoran,” ujarnya.