Panennews.com – Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkap rencana kerja sama Indonesia-Cina mengembangkan lahan pertanian di Kalimantan.
Hal ini hasil pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, dalam forum High Level Dialogue and Cooperation Mechanism (HDCM) RI–RRC di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, medio April lalu. Satu juta hektar lahan di Kabupaten Pulang Pisau disiapkan untuk proyek tersebut.
Pakar pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dwi Apri Nugroho, menyatakan proyek itu akan menjadi sesuatu yang menggembirakan karena teknologi pertanian dari Cina sudah terbukti menghasilkan produktivitas yang tinggi.
Meski begitu, terdapat kompleksitas sangat besar membahas pertanian di Indonesia. Menurutnya tidak ada pihak yang bisa menggaransi keberhasilan penanaman padi di Cina juga akan berhasil juga di Indonesia.
“Sukses di sana belum tentu akan mendapatkan hasil yang sama di Indonesia, dalam hal ini di Kalimantan Tengah. Ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan komoditas pertanian, termasuk kondisi lingkungan seperti iklim, tanah, hama, penyakit, dan aspek sosial masyarakat,” ungkapnya di Kampus UGM, Senin (6/5/2024).
Bayu menyampaikan, kearifan lokal dalam sektor pertanian yang harus mendapat perhatian. Misalnya pranata mangsa atau penanggalan Jawa sebagai panduan bagi petani dalam menjalankan aktivitas bercocok tanam.
“Dari sisi cara budi daya juga berbeda. Hal ini juga tidak terlepas dari kondisi lingkungan setempat. Sebagai contoh, daerah dengan kondisi tanah yang memiliki pH tinggi atau basa, untuk menjadikannya bisa ditanami dengan kondisi ideal, harus dilakukan treatment untuk menurunkan pH tersebut,” katanya.
Bayu menuturkan, dalam situasi global saat ini menolak atau membatasi kerja sama dengan negara lain tidak mungkin dilakukan. Namun penerapan pertanian secara langsung di lahan luas tanpa uji coba pada skala demplot dinilai juga bukan langkah tidak tepat.
Ia khawatir proyek itu gagal karena bibit tidak bisa tumbuh dengan baik atau tidak menghasilkan produktivitas seperti yang diharapkan. “Bagaimanapun kondisi lingkungan Cina dan Indonesia dalam hal ini Kalimantan Tengah memang berbeda,” ucapnya.
Karena itu, kata dia, sebaiknya proyek tersebut tidak langsung dilakukan di area yang luas dan dilakukan semacam piloting dengan demplot untuk pengujian. Langkah ini untuk mengetahui cocok tidaknya bibit dari Cina tersebut cocok ditanam di Kalimantan Tengah.
Untuk itu, peran akademisi atau lembaga riset bisa mencari solusi. Banyak pihak diharapkan turut mengamati sekaligus menguji proyek ini.
“Jika bibit dari Cina telah diuji dan terbukti dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, serta menghasilkan produktivitas tinggi seperti di Cina, maka tentunya diperlukan peningkatan skala,” tandasnya.