Panennews.com – Tim Kerja Ketertelusuran dan Tindakan Karantina Hewan Deputi Bidang Karantina Hewan Badan Karantina Indonesia (Barantin) turun ke lapangan.
Adapun hal itu untuk menanggapi wabah penyakit demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF). Hal demikian untuk melakukan mitigasi lanjutan, yang mengancam ribuan ekor babi sehat, sehingga tidak menyebar luas ke luar wilayah Papua Tengah.
“Kami dari Tim Kerja Ketertelusuran mengimplementasikan sistem ketertelusuran yang termaktub dalam Pasal 77 Undang-Undang No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dapat terlaksana dengan baik. Sistem ketertelusuran yang terintegrasi diperlukan dalam rangka penjaminan kesehatan hewan dan produk hewan, serta keamanan dan mutu pangan dan atau pakan, serta media pembawa lain,” kata Sri Endah Ekandari Ketua Tim Kerja Ketertelusuran Direktorat Manajemen Risiko, Jumat (01/03/2024).
Endah menjelaskan dengan mempertimbangkan “swill feeding” (pemberian pakan babi menggunakan sampah) sebagai salah satu cara penyebaran virus ASF, maka kunjungan lapangan ini bertujuan untuk secara intensif mengamati dan mengumpulkan informasi alur penjaminan kesehatan babi yang dilalulintaskan keluar masuk Timika.
Merespon awal wabah ASF ini, Endah mengatakan bahwa Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Papua Tengah (Karantina Papua Tengah) telah melakukan gerak cepat untuk mencegah pemasukan dan pengeluaran media pembawa HPHK (Hama Penyakit Hewan Karantina), yang berpeluang menyebarkan virus ASF ke wilayah lain.
Hal tersebut sejalan dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Mimika yang telah menerbitkan larangan peredaran dan penjualan produk babi di wilayahnya.
Kematian babi pada peternakan yang terletak di Distrik Wania, Mimika Baru, dan Kuala Kencana dilaporkan semakin meningkat setiap harinya hingga mencapai 2.469 ekor per 25 Februari 2024.
Sejak wabah ini dilaporkan pertama kali tanggal 22 Januari 2024 dengan jumlah kematian 66 ekor. Setiap harinya diperkirakan lebih dari 100 ekor babi yang mati dan kurang lebih 8.500 ekor populasi babi saat ini terancam virus ASF.
Beberapa temuan tim di lapangan, yaitu belum tersedianya fasilitas pemusnahan sampah di area bandara maupun pelabuhan laut, masyarakat mengambil sampah di tempat pembuangan akhir (TPA).
Lebih lanjut, dan belum tertibnya masyarakat melaporkan barang bawaannya kepada pejabat karantina di tempat pengeluaran dan atau pemasukan. Selain itu, terindikasi adanya pemasukan ilegal di pelabuhan laut yang belum ditetapkan oleh pemerintah.
“Temuan di lapangan menjadi prioritas yang perlu ditindaklanjuti karantina untuk berkolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait, baik di bandara dan pelabuhan, pihak penanggung jawab bandara dan pelabuhan milik pemerintah maupun PT Freeport, dan pemerintah daerah Timika,” ucap Saswono dari Tim Kerja Tindakan Karantina Hewan yang turut turun ke lapangan.