Panennews.com – Lahan pertanian di Lombok Barat (Lobar) terancam berkurang tiap tahun. Sebab, regulasi terkait alihfungsi lahan masih sangat longgar. “Iya ini karena ada lemahnya sistem. Sehingga kita juga tidak bisa dengan cepat mengatur tata ruang ini,” jelas Wakil Ketua DPRD Lombok Barat, Nur Hidayah belum lama ini.
Dikatakan, saat ini alih fungsi lahan tidak lagi menjadi keputusan Pemerintah Daerah (Pemda). Itu murni keputusan dari kementerian ATR BPN.
Pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Lobar diakuinya sampai saat ini belum ada yang disetujui. Karena sesuai aturan, RTRW Kabupaten akan disetujui, setelah proses penyetujuan dari RTRW Provinsi oleh Kemendagri.
Alihfungsi lahan pun masih terlalu longgar, dengan alasan RTRW Lobar yang selama 10 tahun akhir ini belum direvisi. “Pihak ATR BPN tentu akan meninjau lahan-lahan yang bisa dialihfungsikan. Atau dibangun, sehingga akan dikeluarkan dari daftar Lahan Sawah Dilindungi (LSD) nya,” ujarnya.
Dikatakan, solusi yang paling awal perlu dilakukan adalah segeranya Kemendagri untuk mengesahkan RTRW Provinsi. Dengan itu, DPRD Lobar dapat dengan segera membahas perda mengenai RTRW tersebut.
Ia menyebutkan, LSD di Lobar saat ini ada sekitar 12.000 hektare (Ha). Sedangkan luas lahan yang sudah dialihfungsikan masih belum bisa disebutkan dengan dalih, data atau pemetaan lahan di wilayah Lobar ini masih menggunakan aturan RTRW 10 tahun lalu.
“Contohnya kantor Bupati ini, di peta satelit Kementerian ATR BPN ini masih hijau. Padahal ini sudah jadi bangunan gedung berapa puluh tahun. Salah satu caranya adalah menyegerakan RTRW itu kuncinya. Agar wilayah yang sudah dialihfungsikan bisa kita merahkan, dan yang belum masih kita hijaukan,” ujarnya.
Tidak dapat dipungkiri, fenomena alih fungsi lahan yang marak saat ini karena adanya kebutuhan primer masyarakat yang meningkat. Seperti sandang, pangan, dan utamanya papan.
Kebutuhan tempat tinggal masyarakat yang semakin meningkat. Ditambah lagi dengan kondisi geografis Lobar yang berdekatan dengan Ibu Kota NTB. Sehingga Lobar dikatakan menjadi penunjang Kota Mataram.
Dikatakan, menumpuknya developer perumahan di Lobar ini tidak berpengaruh banyak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Sedikit sekali lah PAD dari perumahan ini. Kalau investor mau membangun hotel misalnya, tapi semua wilayah kita LSD kan juga tidak bisa. Kapan Lombok Barat ini bisa maju,” tandasnya.
Mantan Kepala Dinas Pertanian (Distan) Lobar Lalu Winengan beberapa waktu lalu mengatakan alih fungsi lahan harus disesuaikan oleh Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tapi sampai saat ini pemerintah pusat belum menyelesaikan RTRW Lobar.
“Setelah keluar dari pusat baru disidangkan oleh provinsi, baru ke kabupaten. Kalau sudah jelas RTRW akan jelas terlihat mana lahan yang boleh dan tidak boleh dibangun,” jelasnya.