Panennews.com – Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin mendorong Pemerintah untuk meningkatkan daya tampung Crude palm oil (CPO).
Hal ini dalam rangka mengantisipasi penurunan produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit pada musim kemarau panjang tahun ini.
“Saat ini Kami mendapatkan banyak keluhan dari para petani kelapa sawit terkait anjloknya harga TBS di tengah ancaman El Nino. Di saat yang sama Pemerintah juga menerapkan kebijakan pemangkasan volume ekspor CPO”, ujar Sultan pada Kamis (04/05/2023).
Menurutnya, meningkatkan porsi DMO CPO sangat penting dalam mengantisipasi penurunan produksi TBS pada musim kemarau panjang tahun ini. Karena cekaman kemarau ekstrem atau El Nino diperkirakan akan mengurangi produktivitas TBS sawit hingga 60 persen.
“Sehingga Pemerintah harus memastikan stok dan cadangan CPO untuk kebutuhan minyak goreng konsumsi dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk menekan peluang terjadinya gejolak harga minyak goreng secara tajam dalam beberapa bulan ke depan”, ungkapnya.
Oleh karena itu, mantan ketua HIPMI Bengkulu itu, pihaknya mendorong Pemerintah untuk meningkatkan kapasitas daya tampung CPO yang saat ini hanya mampu menampung sekitar 5 juta ton CPO hingga mencapai kapasitas 10 juta ton.
Di samping itu, pemerintah dan industri perlu juga melakukan diversifikasi produk turunan CPO sesuai kebutuhan industri dan masyarakat.
Sementara itu di dalam negeri, harga TBS Petani Swadaya (mandiri), di beberapa Provinsi sawit seperti Sulawesi Selatan, Banten, Kaltara, Sulbar, Sultra, Papua dan beberapa provinsi lainnya, harga TBS sawit Petani Swadaya di PKS sudah anjlok diharga Rp 1.650-Rp1.800/kg, bila dibandingkan awal April lalu yang masih bertengger di harga Rp 2.200-2.350/kg.
Jika tidak disiasati secara efektif, lanjut Senator Sultan, hal ini tentu sangat menggangu Nilai Tukar Petani kelapa sawit di daerah secara signifikan.
Diketahui, Kementerian Perdagangan kembali mengeluarkan kebijakan pemangkasan rasio volume ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menjadi 1:4 mulai berlaku sejak 1 Mei 2023.
Sebelumnya, pemerintah sudah memangkas rasio kuota hak ekspor CPO dari 1:8 menjadi 1:6 per 1 Januari 2023.