Panennews.com – Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam memahami strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayahnya mesti ditingkatkan untuk menjaga produksi dan ketahanan pangan. Kearifan lokal harus dipadukan dengan perkembangan teknologi.
Hal ini disampaikan Plt. Kepala Dinas Pertanian,Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman merespons cuaca ekstrem belakangan ini di DIY di tengah upaya menjaga stok pangan.
“Dengan terjaganya ketahanan pangan, Kabupaten Sleman dapat terhindar dari ancaman krisis pangan global sebagai akibat dari derasnya laju perubahan iklim,” kata dia, dikutip Sabtu (21/12/2024).
Suparmono menyebutkan bahwa sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim. Dampak perubahan iklim terhadap pertanian menyebabkan pergeseran musim, banjir, kekeringan, angin kencang, ledakan jumlah OPT (organisme pengganggu tanaman).
Akibat tidak terampil mengantisipasi dampak perubahan iklim, petani dapat mengalami penurunan produksi bahkan kerugian usaha tani. Bahkan kejadian iklim ekstrim menyebabkan tanaman yang puso bahkan gagal panen semakin luas.
Maka dari itu, petani harus memiliki bekal ilmu pengetahuan untuk memahami fenomena cuaca dan iklim berserta perubahannya, bukan hanya mengandalkan kearifan lokal.
“Pranoto mongso atau ilmu titen yang biasa digunakan petani harus dikombinasikan dengan data dan teknologi untuk mengatasi dampak perubahan iklim,” terang Suparmono.
Menurutnya, ilmu titen dan pranoto mongso, relevan jika dalam kondisi normal. Tetapi saat ini akibat perubahan iklim sering terjadi peristiwa gangguan iklim global seperti El Nino dan La Nina sehingga cuaca/iklim saat ini sangat sulit diprediksi.
Pranoto mongso sudah sulit untuk dipegang pakemnya karena perubahan iklim yang berhubungan dengan pemanasan global. Apalagi saat ini motto dari pertanian adalah “maju, mandiri, dan modern” perlu adanya modernsasi ilmu titen ke informasi hasil dari penelitian ahli.
“Dengan adanya teknologi, petani memanfaatkan layanan informasi cuaca dan iklim dengan baik serta mampu beradaptasi dengan situasi cuaca dan iklim kekinian,” ujar Suparmono.
Suparmono menjelaskan bahwa petani dapat menyusun rencana tanam, mulai dari penyesuaian waktu tanam, jenis tanaman yang tepat dan kapan harus ditanam, kapan menunda tanam, kapan harus memanen, pengelolaan air dan berbagai hal yang perlu disiapkan agar tidak mengalami gagal panen.
“Petani perlu mengetahui juga bahwa pemanasan global dan perubahan iklim disebabkan oleh emisi Gas Rumah Kaca (GRK),” terang Suparmono.
Menurut Suparmono, setiap orang bisa berperan dalam mengurangi dampak pemanasan global sebagai salah satu penyebab perubahan iklim. Menurutnya, mengurangi emisi GRK tidaklah harus memakai cara-cara yang ekstrem, rumit, dan mahal. Kita semua bisa ikut berperan “mengerem” laju pemanasan global dengan cara-cara yang sederhana dan murah.
“Cara untuk menurunkan emisi GRK di sektor pertanian misalnya dengan pengolahan tanah menggunakan bahan organik dan mengurangi pupuk kimia sintetis, pengelolaan air secara intermitten, pemilihan varietas rendah emisi CH4, serta pemupukan berimbang. Penerapan pemupukan berimbang untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan daya adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim,” jelasnya.
Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman juga telah menyusun dokumen Program Penyuluhan Pertanian tahun 2025 yang merupakan rencana kegiatan nyata dan tertulis secara sistimatis dan terpadu.
Hal itu dilakukan oleh masyarakat pertanian yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga atau instansi pemerintah, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.
Suparmono menerangkan, misalnya untuk meningkatkan kemampuan petani dalam pengendalian serangan OPT maka tahun 2025 telah direncanakan kegiatan pelatihan teknologi pembuatan agensia hayati 2 kali, sekolah lapang teknik pengendalian OPT 12 kali,
Serta Gerakan Pengendalian OPT sebanyak 80 kali. Juga terdapat kegiatan Penanganan Area Terdampak Perubahan Iklim (DPI) dengan kegiatan Gerakan Pengendalian dan Bimtek sebanyak 26 kali.
“Dengan dukungan program dan anggaran DP3, harapannya dampak negatif perubahan iklim di Sleman dapat diminimalkan. Info BMKG puncak musim hujan 2024/2025 di DIY diprediksi terjadi bulan Desember 2024 dan Februari 2025, sedangkan akhir musim hujan yaitu Mei 2025,” pungkas Suparmono.