Panennews.com – Lahan persawahan serta pertambakan yang memanfaatkan pengairan dari Sungai Silugonggo Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah, terancam gagal panen.
Ihwal tersebut akibat pengelolaan Bendung Karet yang belum jelas, sehingga mengakibatkan Sungai Silugonggo atau Sungai Juwana mengering.
Sunhadi petani asal Desa Tondomulyo, Kecamatan Jakenan, mengatakan sawah miliknya sebulan ini mengalami kekeringan karena kekurangan air imbas Bendung Karet.
Petani yang juga Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Sungai Juwana (Jampisawan) ini menilai, petani kesulitan mengairi sawahnya karena air di sungai Silugonggo turun ke Bendung Karet. Hal ini membuat anak sungai di sekitar sungai Silugonggo kering.
“Petani sangat mengharapkan air dari kali Juwana yang sekarang ada Bendung Karetnya. Agar anak-anak sungai ada airnya. Karena beberapa hari kemarin digembeskan dua kali. Padahal dibutuhkan air dari anak-anak sungai untuk mengairi sawah,” ujarnya, Senin (4/11/2024).
Sunhadi menyebut, seluas 40 hektare lebih lahan pertanian di Tondomulyo yang mengering. Jumlah tersebut belum termasuk desa di sepanjang Sungai Silugonggo lainnya.
Ia berharap, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat sekitar sungai Silugonggo terkait pengelolaan Bendung Karet itu. Menurutnya, teknis pengelolaan bendungan tersebut harus jelas.
“Kemarin ada pengembeskan, terus sawah kami seperti ini. Kekurangan air. Kami mengharapkan Balai Besar harus ada aturan atau SOP bagaimana teknis pengelolaan air. Itu harus jelas,” tegasnya.
Tak hanya petani, petambak di sepanjang Sungai Silugonggo juga mengeluhkan hal serupa. Seperti yang dirasakan oleh Hardoyo, petambak asal Desa Gadingrejo Juwana Pati.
“Petambak mengharapkan air dari Bendung Karet. Musim seperti ini kami membutuhkan air yang cukup. Karena saat ini pagi datang, sore airnya sudah pergi lagi,” keluhnya.
Akibat sulitnya mengairi tambaknya, ia khawatir tidak bisa memanen hasil ikan budidayanya. Mengingat, dari bulan lalu hingga sekarang air ditambaknya masih belum maksimal.
“Saya sudah tabur benih udang panami, per petak 10 ribu ekor. 5 petak 50 ribu ekor. Tapi ternyata airnya tidak ada. Karena aliran yang tersendat-sendat tidak menentu,” ujarnya.
Tak lahan tambaknya saja, Hardoyo menyebut ada sekitar 70 hektare lahan pertambakan di Desa Gadingrejo yang saat membutuhkan pasokan air. Ia berharap ada kebijakan yang jelas terkait pengelolaan Bendung Karet.
“Selama ini belum ada sosialisasi operasionalnya. Cuma awal-awal baru disinggung. Musim hujan dikempeskan. Kalau musim kemarau karetnya ditutup,” pungkasnya.