Panennews.com – Di sebuah desa yang berada di Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah, terdapat usaha kopi robusta yang menjadi pusat perhatian para pecinta kopi setempat.
Dengan aroma yang khas dan atmosfer yang sejuk, daerah tersebut menghasilkan biji kopi yang khas, desa tersebut bernama Desa Ketanggan.
Pelaku usaha kopi, Dona sudah memulai bisnis kopinya sejak 2016 silam di lereng Pegunungan Muria Pati.
Berangkat dari hobinya menyeruput secangkir minuman berkafein, membuatnya menemukan ide berjualan kopi dalam bentuk biji maupun bubuk.
“Saya memulai usaha jual kopi sejak 2016, usaha kopi ini awalnya karena hobi minum kopi terus jadinya bikin produk kopi lalu teman-teman suka,” ujarnya, Kamis (28/11/2024).
Dirinya menjual kopi jenis robusta yang dipasok dari kawasan Jollong, sebuah sentra perkebunan terbesar di Pati.
Menurutnya unsur hara yang ada kandungan tanah kawasan Jollong memberikan keunikan serta ke-khasan sendiri pada rasa kopi tersebut.
“Jenis kopi robusta dari daerah Jollong, Tempur, dan Pangonan beda-beda. Mungkin karena kandungan unsur haranya yang membuat perbedaan itu. Produknya beli dari tengkulak,” ungkapnya.
Dalam mengolah kopi, Dona memilah ukuran biji kopi, mulai dari yang berukuran kecil, besar, hingga biji kopi lanang. Biji-biji kopi tersebut saling dibedakan demi memudahkan proses roasting.
Sejauh ini konsumennya berasal dari kalangan muda hingga orang tua. Dalam sebulan, dirinya mampu produksi 400 kilogram kopi.
Kemudian kopi-kopi tersebut, dijual di dalam kota maupun ke luar kota, bahkan luar pulau.
“Ini jualnya baru antar teman dan saudara, tapi pelan-pelan sudah meluas ke Pati dan Semarang,” ungkapnya.
“Bahkan pada 2018, penjualan sudah sampai ke Jakarta, Pontianak, dan Lombok. Kalau di Pati, saya menjualnya di Pati Kota, Juwana, dan Trangkil. Dalam sebulannya 400 kilogram mampu saya produksi,” imbuh Dona.
Ia menyampaikan, harga kopi yang dijualnya berkisar Rp 21.000. Konsumennya mempunyai selera berbeda-beda ketika memesan kopi olahannya.
Dona menyebutkan, konsumen di Pulau Jawa menyukai kopi yang halus, sedangkan dari luar Jawa lebih menggemari kopi yang kasar.
“Seleranya beda-beda, kalau Jawa mintanya kopi yang halus. Kalau saya sendiri lebih suka yg kasar, karena diseduh,” tuturnya.
“Cara menyajikannya mudah, tinggal diseduh lalu dibiarkan mengendap kira-kira 10 menit, nanti bubuknya turun. Tiap bulan mengirim ke Kalimantan (Pontianak) 20 kilogram yang hitam dan kasar melalui saudara,” imbuhnya.
Tak disangka, sejauh ini dirinya sedang berusaha menjangkau konsumen di level internasional. Kadangkala produk kopinya laku sampai ke Arab Saudi dan Hong Kong.
“Saat ini baru kirim ke Hong kong berbentuk kopi biji untuk nantinya biar pembeli meroasting sendiri dan Arab (Saudi). Karena untuk dibuat, enakan roastingan. Rasanya lebih kuat daripada yang bubuk,” ungkapnya.
“Kalau daerah Pati khususnya di warung-warung sukanya kemasan plastik biasa dengan harga Rp 20.000 sampai Rp 21.000. Kalau di perkotaan biasanya yang packaging harganya Rp 23.000,” imbuh Dona.
Dona mengaku, jika omzetnya sangat fluktuatif karena saat ini pengaruh kenaikan harga kopi sangat berdampak.
Ia tetap menjajakan produknya secara konvensional maupun online di media sosial.
“Perputaran ini sudah Rp20 juta per bulan, ini kalau ramai. Marketnya naik turun. Sejak pertama, satu bulan mampu jual Rp3-5 juta, lalu naik pelan-pelan. Dengan facebook maupun Instagram juga saya manfaatkan media sosial untuk berjualan,” sebutnya.
Dalam mengembangkan usahanya, Dona juga dibina oleh Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Dinporapar) Kabupaten Pati sebagai salah satu pelaku usaha subsektor ekonomi kreatif di Kabupaten Pati.
“Kami selalu difasilitasi Dinporapar, setiap ada kegiatan kami selalu disediakan stand,” ungkapnya.