Panennews.com – Tanaman porang turut mendukung program Kesatuan Pengelolaan Hutan tanpa merusak hutan. Budi daya porang di dalam hutan berupa mini food estate yang telah dibudidaya di NTB. Salah satu contohnya di Sumbawa Barat.
Pembuatan mini food estate itu dilakukan multi pihak. Bahkan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui konsep agroforestri. Penanaman dilakukan di atas lahan ratusan hektar.
Dalam catatan terakhir, kurun waktu 2020-2023, Lombok Utara menjadi daerah yang telah memiliki perencanaan tanaman porang untuk beberapa tahun ke depan, berlatar belakang aktivitas petani tanaman porang di kawasan hutan. Perencanaan tersebut mencakup budidaya porang yang disusun setelah mengetahui upaya petani di kawasan hutan mengembangkan budidaya umbi-umbian ini.
Budi daya tanaman porang dapat dilakukan di bawah tegakan pohon, sehingga tidak mempengaruhi ekosistem hutan secara menyeluruh. Lebih lagi, porang yang masuk ke dalam klasifikasi tanaman umbi-umbian membuatnya digemari untuk konsumen atau menjadi bahan baku pembuatan mi goreng, dan mi rebus.
Konsumen porang datang dari luar Nusa Tenggara Barat. Permintaan terbesar datang dari wilayah Jawa Timur, dan disusul ekspor ke Asia Timur. Ekspor menunjukan pasar porang yang menjanjikan, dan menjadi pemicu budi daya yang lebih luas.
Budidaya tanaman porang di Lombok Utara pertama kali ditemukan tahun 2015. Selanjutnya terus meluas hingga ke wilayah akar-akar, Kecamatan Bayan.
Sekarang, terdapat lebih dari 25 kelompok besar penanam porang di Lombok Utara yang mengembangkan tanaman porang saat ini. Seluruh kelompok didukung pendanaan yang kuat dari pemerintah.
Bantuan pemerintah bagi budidaya tanaman di Lombok Utara setelah melihat pasa panen porang yang menjanjikan. Tanaman porang di atas lahan seluas satu hektar dapat menghasilkan satu ton buah porang dengan berat rata-rata 2 kilo gram.
Bila satu kilogram tanaman porang dihargai Rp10 ribu, maka keuntungan petani porang dapat mencapai Rp400 ribu untuk sekali panen.