Panennews.com – Luas lahan kering di Kabupaten Lombok Utara (KLU) lebih dominan, mencapai 56.000 hektar, dibandingkan dengan perkiraan sementara lahan sawah basah di kisaran 5.000 hektar. Produksi minimal petani lahan kering ditengarai menjadi sebab ekonomi petani KLU sedikit tertinggal.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Peternakan (DKP3) KLU, Tresnahadi, mengungkapkan, keberadaan lahan kering yang lebih dominan di KLU membutuhkan intervensi anggaran. Tidak hanya dari daerah, tetapi juga dari APBN.
“Alhamdulillah, di tahun 2022 ini melalui dana Tugas Perbantuan (TP) Pemerintah Lombok Utara memperoleh alokasi anggaran pusat. Salah satunya, optimasi lahan kering seluas 1.000 hektar,” tandasnya, Sabtu (25/11/2023).
Tresnahardi menjelaskan sektor pertanian khususnya lahan kering, merupakan sektor inklusif yang melibatkan lebih banyak petani sebagai pekerja. Sayangnya, dampak ekonominya masih belum optimal karena indeks penanamannya masih rendah.
“Para petani, umumnya mengolah lahan kering dengan tanaman keras seperti mete, mangga atau kelapa.” terangnya.
Dikatakan, indeks ini secara otomatis akan berdampak kepada petani. Selain volume penanaman meningkat – setidaknya 2 kali, petani juga dapat mengolah lahan dengan diversifikasi tanaman.
“Lahan kering yang diintervensi baru dimulai tahun ini. Mudahan ke depan tetap dapat, karena kita juga sudah melaporkan ke pusat bahwa lahan kering di KLU lebih dominan,” ujarnya.
Menurutnya, selain lahan kering, intervensi pusat melalui dana TP juga mengarah pada Rehab Jaringan Irigasi (RJI) sebanyak 16 kelompok, bangunan embung 2 kelompok, dan irigasi perpompaan wilayah tengah 1 kelompok.
Dikatakan, pemerintah pusat akan menurunkan anggaran secara bertahap. Di awal tahun ini, dari 1.000 hektar lahan kering, akan dikucurkan anggaran seluas 200 hektar.
“Tiap hektarnya akan memperoleh stimulus anggaran sebesar Rp 5,68 juta. Jika dari 1.000 hektar, maka akan dana TP optimasi lahan kering sejumlah Rp 5,68 miliar,” tambahnya.
Ditambahkan, untuk alokasi dana TP lain, masing-masing, RJI sebesar Rp 75 juta per titik, embung Rp 120 juta per titik, dan irigasi perpompaan Rp114 juta.
“Sistemnya swakelola, dikerjakan sendiri oleh kelompok. Kita sudah fasilitasi pembukaan rekening, tinggal tunggu transfer dari pusat melalui satker provinsi ke kelompok.” katanya.