Panennews.com – Penggunaan obat-obatan untuk tanaman yang ramah terhadap lingkungan mulai banyak digemari di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.
Satu dari sekian adalah pemanfaatan biosaka sebagai upaya untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas pertanian.
Selain itu, dalam pembuatan dan pengaplikasian di lahan pertanian, biosaka juga disebut mudah. Sehingga memantik petani di kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani untuk mengimplementasikan elisitor tersebut.
Koordinator Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Gabus, Eni Prasetyowati mengatakan, biosaka terbuat dari bahan fermentasi rumput liar yang tumbuh di areal lahan pertanian.
“Cara membuat biosaka pun mudah hanya cukup dengan mencampur rumput dengan air, kemudian diperas-peras secara perlahan. Lalu sari-sari rumput akan keluar dengan sendirinya menjadi cairan yang bersifat homogen,” ujarnya, Kamis (31/8/2023).
Disebutkan, 1,5 liter Biosaka sudah mencukupi untuk mengolah sawah seluas 1 hektar. Sehingga sangat hemat untuk merawat lahan pertanian.
Muhammad Anshar, penemu biosaka mengungkapkan, proses pembuatan biosaka harus mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP). Pertama, petani musti memilih rumput yang bebas dari hama dan penyakit. Kedua, menyiapkan ember berisi air 5 liter untuk segenggam rumput.
“Rumput yang sudah dipilih dimasukkan ke dalam air. Petani kemudian dapat meremas-remas rumput tersebut dengan pelan dan penuh perasaan hingga warna rumput keluar dan menyatu dengan air,” terangnya.
Proses perasan rumput hingga air terasa kesat, dingin, dan tidak ada lagi sari yang keluar. Apabila sudah berada di tahap itu, maka cairan telah bersifat homogen.
“Hanya perlu satu genggam, lalu diremas-remas di dalam air itu. Tapi meremas ini yang harus pakai perasaan, hingga tercipta homogen,” imbuhnya.
Hal yang penting untuk diingat adalah ketika melakukan perasan, tidak boleh beristirahat atau digantikan orang lain. Tindakan tersebut dapat berakibat gagalnya pembuatan ramuan biosaka.
Setelah mendapat warna dan kondisi sudah kental, langkah berikutnya adalah menyiapkan wadah botol untuk menampung cairan tersebut. Biosaka pun sudah siap untuk digunakan. Penggunaannya dengan cara disemprot.
“Saat penyemprotan harus dilakukan dengan sistem kabut atau embun. Setiap tangki hanya membutuhkan 40 mililiter cairan,” bebernya.
Selama melakukan semprotan hanya boleh satu kali saja, tak boleh diulangi. Setiap hektare biasanya menghabiskan empat sampai enam tangki penyemprotan. Penyemprotan dilakukan selama enam kali selama musim tanam.
“Dosisnya harus sesuai, kalau kebanyakan juga nanti akan berdampak pada tanaman menjadi layu,” tuturnya.
Penyuluh Pertanian Lapangan Kelompok Jabatan Fungsional (PPL KJF) Dinas Pertanian (Dispertan) Pati, Diana Kusumawati mengungkapkan, elisitor biosaka dapat menekan biaya produksi. Ia menilai, hasil tanaman yang telah disemprot biosaka akan langsug terlihat seminggu setelahnya.
“Biosaka bisa menekan biaya produksi. Selama sepekan penyemprotan, hasilnya langsung terlihat. Kalau tanaman segar maka aplikasinya sesuai. Sedangkan kalau tanamannya hangus, maka pengaplikasiannya gagal,” jelasnya.