Panennews.com – Produktivitas padi/gabah Indonesia sejak tahun 2018 sebesar 5,19 ton GKG/ha. Produktivitas Indonesia menduduki urutan ke-2 dari 9 negara-negara FAO di Benua Asia.
Sementara itu,urutan provitas terendah yaitu Vietnam (5,82 juta ton/ha), Indonesia (5,19 juta ton/ha), Bangladesh (4,74 juta ton/ha), Filipina (3,97 jutaton/ha), India (3,88 juta ton/ha), Pakistan (3,84 juta ton/ha), Myanmar (3,79 juta ton/ha), Kamboja (3,57 juta ton/ha), dan Thailand (3,09 juta ton/ha).
Itjen Kementerian Pertanian Jan Samuel Maringka menjelaskan bahwa Indonesia sudah tidak mengimpor beras selama tiga tahun terakhir, setelah sebelumnya mengimpor 1,5 – 2 juta ton beras setiap tahunnya.
“Tren fenomena El-Nino Southern Oscillation (ENSO) dapat diamati dari hasil model probabilitas ENSO yang dihasilkan NOAA CPC yang dirilis April 2023 , serta perbandingan hasil model-model dinamis prediksi suhu muka laut beberapa institusi,” kata Maringka, pada peninjauan Gerakan Tanam (Gertam) di Kuripan, Lombok Barat, Kamis (10/8/2023).
Disampaikannya, mulai Agustus 2023, diprediksi El Nino menjadi dominan, dengan probabilitas 78-87%, diikuti dengan ENSO-netral dengan probabilitas dikisaran 13-20% (Gb3). Prakiraan musim kemarau 2023 di Indonesia.
“Tahun 2023 musim kemarau akan tiba lebih awal dari sebelumnya. Curah hujan yang turun selama musim kemarau diprediksi akan normal hingga lebih kering dibandingkan biasanya.” ujarnya.
Puncak Musim Kemarau 2023 diprediksikan terjadi di Agustus 2023: – 289 ZOM (41% ) wilayah memasuki musim kemarau maju atau lebih awal dari Normalnya. – 200 ZOM (29 %) wilayah memasuki musim kemarau sama dengan normalnya – 95 ZOM (14 %) wilayah memasuki musim kemarau mundur atau lebih lambat dari Normalnya.
Maringkan melanjutkan terkait El Nino, berdasarkan wilayah dengan musim kemarau lebih awal pada bulan April yakni Bali, NTB, NTT, sebagian besar Jawa Timur.
Menurutnya wilayah dengan kemarau pada bulan Mei sebagian besar Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, Papua bagian selatan.
Wilayah yang baru memasuki musim kemarau pada bulan Juni, lanjut Maringka meliputi Jakarta, sebagian kecil Pulau Jawa, sebagian besar Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatera Barat, sebagian Pulau Kalimantan bagian selatan, dan sebagian besar Pulau Sulawesi bagian utara,
Adapun upaya antisipasi dan adaftasi El Nino di Sektor pertanian, lanjut Maringka yakni dengan identifikasi dan mapping lokasi terdampak kekeringan, serta mengelompokkan menjadi daerah merah, kuning dan hijau.
Selain itu, lanjut Maringka, percepatan tanam untuk mengejar sisa hujan, peningkatan ketersediaan alsintan untuk percepatan tanam, serta peningkatan ketersediaan air dengan membangun/memperbaiki embung, dam parit, sumur dalam, sumur resapan, rehabilitasi jaringan irigasi tersier, serta pompanisasi.
Maringka menjelaskan penyediaan benih tahan kekeringan dan OPT juga tak kalah penting serta program 1000 ha adaptasi dan mitigasi dampk El Nino dan pengembangan pupuk organik terpusat dan mandiri.
Untuk dukungan pembiayaan KUR dan Asuransi Pertanian, penyiapan Lumbung Pangan Sampai Tingkat Desa. Pada 5 tahun terakhir produktivitas padi Provinsi NTB meningkat dari 50,49 Ku per Ha menjadi 53,79 Ku per Ha. Begitupula dengan komoditas jagung dari 63,88 Ku per Ha menjadi 69,44 Ku per Ha, serta kedelai dari 10,84 Ku/Ha menjadi 16,96 Ku per Ha. *