Panennews.com – Anggota DPR RI Fadli Zon menilai kemakmuran petani adalah syarat untuk kedaulatan pangan. Menurut Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu, pihaknya ingin menyuarakan kembali pentingnya isu kedaulatan pangan. Bagi HKTI, kedaulatan pangan lebih utama daripada ketahanan pangan.
“Sebagai bangsa dan negara agraris, kita memang dituntut untuk bisa memproduksi pangan sendiri. Jika kebutuhan pangan 275 juta perut orang Indonesia tidak bisa dicukupi sendiri, ini bisa membahayakan kedaulatan kita sebagai bangsa dan negara,” ujar Fadli dalam keterangannya, Jum’at (30/06/2023).
Namun, HKTI punya catatan dalam isu kedaulatan pangan ini. Dalam pandangan HKTI, selama ini, isu kedaulatan pangan masih bias pendekatan produksi, tetapi masih kurang menghiraukan pendekatan aktor. Padahal, pendekatan aktor ini sangat penting. Kita mustahil bisa meraih kedaulatan pangan jika petani kita sendiri tidak berdaulat dan kehidupan ekonominya masih terkebelakang.
“Itu sebabnya, dalam pandangan HKTI, untuk menggapai kedaulatan pangan, kemakmuran petani menjadi syarat mutlak. Jika petani kita makmur, mendapatkan insentif yang cukup, produktivitas mereka pasti meningkat. Hal ini juga akan menarik para pemuda untuk terjun ke sektor pertanian,” ujar Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Menurutnya, pendekatan aktor dalam isu kedaulatan pangan ini sejalan dengan semangat Pertanian. Semangat ini diperingati salah satunya untuk menghormati dan mengenang para tokoh dan para petani-peternak Indonesia. Memakmurkan petani adalah bentuk konkret dari menghormati tokoh-tokoh pertanian kita.
“Sejauh ini kehidupan petani kita memang masih jauh dari makmur. Nilai Tukar Petani (NTP) kita pada Mei 2023 lalu untuk subsektor tanaman ‘hanya” sebesar 104 poin dan untuk peternakan “hanya” 102 poin. Perlu dicatat, subsektor tanaman pangan merupakan subsektor dengan jumlah petani terbanyak. Jika nilai tukarnya hanya sebesar itu, berarti kehidupan petani masih jauh dari makmur. Mereka masih hidup sangat pas-pasan. Ukuran kemakmuran petani adalah jika NTP kita bisa berada di level 120 hingga 130,” ujar Anggota Komisi I DPR RI ini.
Sementara itu, perbaikan mekanisme subsidi input (benih dan pupuk) menurut HKTI harus disempurnakan sehingga tepat dan efektif. Ini kemudian didukung oleh jaminan pembelian gabah oleh BULOG, daripada impor lebih baik beli dari petani sendiri.
“Jadi, kita harus mengkombinasikan penyempurnaan mekanisme subsidi benih dan pupuk, HPP 30 persen di atas biaya pokok produksi, serta jaminan pembelian oleh BULOG. Ini adalah resep untuk memakmurkan petani yang nantinya akan bermuara pada kedaulatan pangan,” tutupnya.