Lelaki Tangguh di Perayaan Imlek

oleh -83 views
no_images_available

Panennews.com-Namanya Luchy Sandra. Ia adalah anak nelayan musiman di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang merupakan penganut Konghucu yang taat. Ia berkeinginan untuk menempuh pendidikan tinggi, tapi menyadari akan mahalnya biaya pendidikan, Luchy sempat mengurungkan niatnya dan berkeinginan untuk mencari kerja seusai lulus sekolah menengah. Namun berkat informasi dari alumni, ia mendaftar ke Politeknik Ahli Usaha Perikanan (AUP). Di kampus tersebut terdapat kuota khusus bagi anak nelayan, dengan biaya gratis. Peserta didiknya pun dari berbagai daerah, latar belakang, suku, etnis, dan agama. Kini Luchy sudah bekerja di perusahaan ternama.

Saat itu Hari Imlek empat tahun yang lalu. Tak seperti biasanya Luchy merayakannya seorang diri tanpa keluarga intinya, jauh dari kemeriahan di kampung halamannya. Keluarganya di Bangka, sementara ia di Jakarta masih sebagai taruna tingkat pertama. Itulah pertama kalinya imlek tanpa ayah, ibu, kakak, dan adiknya. Pada hari itu, ia meminta izin pergi ke Taman Mini Indonesia Indah untuk bersembahyang, selanjutnya mengunjungi bibinya di Bogor.

“Kalo di keluarga kami, biasanya satu hari sebelum imlek kami akan sembahyang di Kelenteng dan di rumah serta mengundang sanak saudara, juga mulai berbenah cemilan dan makanan untuk menjamu tamu dan sauadara-saudara dan kerabat. Kemudian pada hari imleknya saya, kakak dan juga adik saya akan mengucapkan selamat imlek kepada papa dan mama. Papa dan mama juga akan bergiliran memberikan angpao kepada kami, dan saat siang hari biasanya para kerabat akan berdatangan ke rumah,” ujar Luchy.

“Bagi angpao hanya akan diberikan pada anak-anak kecil atau bagi yang belum bekerja dan belum menikah, sebaliknya juga begitu saat kerabat sudah bekerja atau sudah menikah maka wajib memberikan angpao pada anak-anak sebagai hadiah dan umpan agar tetap semangat setiap hari dan selalu menghormati orang tua. Imlek sendiri dapat berlangsung selama tiga sampai lima hari dan saat hari kelima akan dilanjutkan dengan barongsai yang berkunjung ke rumah-rumah untuk mendoakan agar tidak ada arwah atau roh jahat yang datang ke rumah dan saat akan pulang angpao yang tergantung di langit-langit teras rumah akan di ambil dengan berbagai atraksi yang menakjubkan,” sambungnya.

Suasana berbeda jauh saat ia harus berada di Jakarta, tapi sebagai taruna ia dididik menjadi lelaki tangguh, mandiri, berkarakter baik, pantang menyerah, serta kuat fisik dan mental. “Ya campur aduk. Sedih sudah pasti, ya cuma mau gimana lagi namanya juga menyelesaikan tanggung jawab. Jadi harus dijalani dan ambil hikmahnya saja,” kenang Luchy.

Daripada harus “cengeng” dengan berbagai keadaannya saat itu, ia lebih memilih untuk bersyukur dengan apa yang telah diraihnya. Awalnya selepas lulus dari jurusan Otomotif Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Toboali, ia hendak mencari kerja, yang saat itu belum tahu di mana, karena biaya kuliah tentunya sangat mahal.

Baca Juga :   Komitmen Edi Susapto Sebagai Pelopor Pertanian Organik

Ayahnya bukan nelayan tetap, namun sebagai nelayan musiman, yang hanya ikut melaut saat musim ikan tertentu atau saat pemilik kapal mengajaknya melaut. Jika tidak melaut, ayahnya menjadi buruh harian, dengan penghasilan yang tak menentu. Sementara sang ibu mengurus rumah tangga.

Untunglah salah satu alumni SMK yang berkuliah di Politeknik AUP menyampaikan informasi tentang satuan pendidikan KKP tersebut. Setelah mengikuti seleksi fisik dan wawancara, Luchy bersyukur diterima sebagai taruna Program Studi Permesinan Perikanan, terlebih lagi bebas biaya pendidikan, perlengkapan, makan, penginapan, dan fasilitas-fasilitas lainnya, dari sejak mendaftar hingga lulus.

Meskipun jadwal di kampus padat, Luchy tak pernah lupa dengan urusan rohani. Saat libur ia menyempatkan pergi ke klenteng di daerah Sunter, Jakarta Utara. Selain beribadah, ia juga memperdalam ilmu agama di sana. Bahkan ia mendapat bimbingan langsung dari Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia untuk Provinsi DKI Jakarta Js. Liem Liliany Lontoh.

Tibalah saat tugas penelitian akhir, ia kembali ke Bangka. Berlokasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka, Luchy melakukan penelitian terkait analisa kerusakan dan perbaikan poros baling-baling pada kapal nelayan di Bangka. Ia kemudian lulus tahun lalu dan diwisuda Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono secara daring, dengan Indeks Prestasi Kumulatif 3,46.

Berbekal keahlian overhaul mesin, welder, analisa kerusakan, perbaikan, dan fabrikasi permesinan serta sertifikat Basic Safety Training dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan Tingkat I dari Politeknik AUP, Luchy kembali meninggalkan keluarga dan berangkat ke Batam, Kepulauan Riau, sebagai Technical Marine Oil sebuah perusahaan distributor resmi pelumas merk ternama dari Amerika Serikat. Kemudian ia dipindahtugaskan ke Pontianak, Kalimantan Barat, dengan jabatan Sales Engineer hingga kini, yang menangani berbagai jenis kapal.

Luchy adalah salah satu contoh dari ribuan anak nelayan dan anak pelaku utama kelautan dan perikanan lainnya di daerah terpencil, pesisir, dan pulau-pulau terluar dari Sabang sampai Merauke yang terselamatkan pendidikannya. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) memberikan kuota khusus bagi mereka untuk menempuh pendidikan di satuan-satuan pendidikan lingkup KKP, yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

Mereka yang sedari kecil sudah akrab dengan dunia kelautan dan perikanan yang dikenalinya dari pekerjaan orang tuanya, seringkali menemui kesulitan biaya untuk melanjutkan pendidikan. Tak hanya itu, mereka juga seringkali kalah bersaing dengan anak-anak perkotaan pada seleksi masuk ke satuan pendidikan. Karena itu, KKP memberikan kuota khusus dengan biaya ditanggung negara, sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada mereka.

Baca Juga :   Kembangkan 5 Komoditas Perikanan Potensial, KKP Ajak Sinergi Perguruan Tinggi

“KKP terus meningkatkan akses dan alokasi pendidikan bagi anak nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, dan petambak garam. Saat ini minimal sebanyak 50% dari total jumlah peserta didik merupakan anak pelaku usaha kelautan dan perikanan. Jumlah ini akan terus ditingkatkan dengan memperhatikan keterwakilan asal peserta didik dari tiap Kabupaten/Kota dan Provinsi,” ujar Menteri Trenggono saat mewisuda lulusan satuan pendidikan tinggi KKP tahun lalu.

Senada, Plt. Kepala BRSDM Kusdiantoro pada Konferensi Pers Catatan Akhir Tahun Capaian Kinerja 2021 dan Proyeksi 2022 BRSDM, 14 Desember 2021, menyampaikan, pada tahun 2021 jumlah anak-anak pelaku utama kelautan dan perikanan di satuan pendidikan KKP mencapai 55,2% dari total keseluruhan peserta didik aktif sebanyak 8.426 orang. Jumlah total peserta didik tersebut pada 2022 akan ditingkatkan lagi menjadi sekitar 8.535 orang.

Kusdiantoro menyampaikan, satuan pendidikan KKP terdiri 11 satuan pendidikan tinggi dan sembilan satuan pendidikan menengah. Satuan pendidikan tinggi tersebut terdiri dari satu Politeknik AUP (kampus Jakarta, Bogor, dan Serang); sembilan Politeknik Kelautan dan Perikanan (Politeknik KP) di Dumai, Karawang, Pangandaran, Sidoarjo, Jembrana, Bone, Bitung, Kupang, dan Sorong; serta satu Akademi Komunitas di Wakatobi. Adapun satuan pendidikan menengah terdiri dari sembilan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) di Ladong, Pariaman, Kota Agung, Tegal, Pontianak, Bone, Kupang, Waiheru, dan Sorong. Saat ini tengah diproses peningkatan beberapa SUPM menjadi Politeknik KP, antara lain di Aceh, Pariaman, Lampung, dan Maluku.

 

Sementara itu, Kepala Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan BRSDM Bambang Suprakto menyebutkan, pendidikan di lingkungan KKP menerapkan sistem pendidikan vokasi di bidang kelautan dan perikanan yang mencetak lulusan unggul dan berjiwa wirausaha, sehingga lulusan siap bekerja dan dapat diterima dengan mudah di dunia usaha dan industri, serta berwirausaha. Pendidikan tersebut menggunakan pendekatan Teaching Factory (TEFA), yang memasukkan dunia usaha dan dunia industri ke dalam kampus, dengan persentase teori 30% dan praktik 70%.

Sistem pendidikan tersebut, lanjut Bambang, menitikberatkan pada pembinaan karakter peserta didik, peningkatan kompetensi melalui praktik di sarana TEFA yang dimiliki masing-masing satuan pendidikan, praktik dan magang di industri dan dunia usaha, serta pembelajaran kewirausahaan yang terintegrasi dengan kurikulum dan sertifikasi kompetensi. Para lulusan tak hanya memperoleh ijazah, tapi juga sertifikat keahlian dan kompetensi berstandar nasional dan internasional yang diakui oleh dunia usaha dan dunia industri, sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.