Hasilkan Eko Enzim, Dari Pengolahan Sederhana Sampah Di Rumah Tangga

oleh -204 views
safety sign Indonesia

Panennews.com- Pertambahan penduduk dan meningkatnya pola konsumsi masyarakat merupakan faktor utama yang menyebabkan laju produksi sampah terus meningkat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020 menaksir timbunan sampah di Indonesia sebesar 67,8 juta ton.

Sepakat dengan tema yang diusung Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) Tahun 2021 yang diperingati beberapa waktu lalu, sampah bisa menjadi bahan baku ekonomi, terlebih di masa pandemi seperti saat ini. Untuk itu perlu dilakukan penerapan 3R (reuse, reduce dan recycle). Hal pertama yang harus dilakukan adalah memilah sampah sebelum dibuang ke tempat pembuangan.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan sifatnya, sampah digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik yaitu sampah yang dapat membusuk dan terurai, seperti sisa makanan, daun kering, dan sayuran. Sedangkan sampah anorganik yaitu sampah yang sulit membusuk dan tidak dapat terurai seperti botol plastik, kertas bekas, karton, dan kaleng bekas.

Pemilahan sebaiknya dilakukan oleh masing-masing rumah tangga selaku produsen sampah dimana sampah tersebut dihasilkan. Sampah yang sudah dipilah sejak level rumah tangga dan ditangani secara terpisah akan sangat membantu mengurangi beban pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang sekitar 70% sampah di dalamnya merupakan sampah organik rumah tangga.

Baca Juga :   Rokhmin Dahuri Paparkan Strategi Produksi Udang Udang 2 Juta Ton

Pengolahan sampah organik di tempat sumber sampah, yang dilakukan dengan konsisten dan terus-menerus diyakini dapat menyelesaikan permasalahan sampah sejak dini. Penumpukan sampah organik di TPA yang biasanya menimbulkan bau tidak sedap dan berpotensi menyebabkan terjadinya ledakan akibat produksi gas metana dari proses penguraian alami, dapat dihindari dengan mengedepankan penanganan sampah dari sumbernya.

Pengolahan sampah organik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengomposan, baik secara aerobik maupun anaerobik, dan dengan membuat eko-enzim. Keistimewaan eko-enzim adalah tidak memerlukan lahan yang luas untuk proses fermentasi seperti pada proses pembuatan kompos. Pembuatan eko-enzim sangat hemat dalam hal tempat pengolahan dan dapat diterapkan di rumah.

Produksi eko-enzim bahkan tidak memerlukan bak komposter dengan spesifikasi tertentu. Wadah-wadah seperti botol-botol bekas air mineral maupun bekas produk lain yang sudah tidak digunakan, dapat dimanfaatkan kembali sebagai tangki fermentasi eko-enzim. Hal ini juga menjadi nilai tambah karena mendukung konsep reuse dalam menyelamatkan lingkungan.

Baca Juga :   Rokhmin Dahuri : Ekonomi Maritim sebagai Lokomotif Perekonomian Nasional

Eko-enzim merupakan produk ramah lingkungan yang mudah dibuat oleh siapapun. Pembuatannya hanya membutuhkan air, gula sebagai sumber karbon, serta sampah organik sayur dan buah. Eko-enzim adalah hasil dari fermentasi limbah dapur organik, gula (gula coklat, gula merah atau gula tebu), dan air dengan perbandingan 3 : 1 : 10.

Pada dasarnya, eko enzim mempercepat reaksi bio-kimia di alam untuk menghasilkan enzim yang berguna dalam pemanfaatan sampah buah atau sayuran. Enzim dari “sampah” ini adalah salah satu cara manajemen sampah yang memanfaatkan sisa-sisa dapur untuk menghasilkan cairan yang bermanfaat.

Proses fermentasi dalam pembuatan eko-enzim berlangsung selama 3 (tiga) bulan. Setelah itu cairan yang dihasilkan, yaitu berwarna coklat gelap dan memiliki aroma fermentasi asam manis yang kuat, sudah bisa dimanfaatkan. Eko-enzim dapat digunakan sebagai pupuk cair organik tanaman, campuran deterjen, pembersih lantai, pembersih sisa pestisida, pembersih kerak, dan sebagai bahan spa untuk membantu melancarkan peredaran darah.

Peneliti Silvikultur Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.