Ekspor Produk Jamu Indonesia Naik 14,08 Persen

oleh -93 views
Jamu
Foto : Freepik

Panennews.com –  Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyampaikan, nilai ekspor produk jamu atau biofarmaka Indonesia pada periode Januari-September 2020 meningkat 14,08 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pencapaian ini cukup menggembirakan, terutama di tengah perlambatan ekonomi global akibat pandemi Covid-19.

Hal tersebut disampaikan Mendag Agus saat memberikan sambutan pada seminar web (webinar) bertajuk “Investasi Industri dan Kebangkitan Kembali Pariwisata dan Ekspor Indonesia dengan Dukungan dari Jamu, Suplemen Kesehatan, Rempah-Rempah, Kosmetik, Spa, dan Aromaterapi Indonesia” kemarin, Kamis (10/12). Webinar digelar oleh Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu).

“Setelah menurun selama periode lima tahun terakhir (2015-2019) kecuali pada 2017, ekspor jamu atau biofarmaka Indonesia berhasil mencatatkan nilai USD 9,64 juta pada Januari–September 2020. Nilai tersebut naik 14,08 persen dibandingkan pada periode yang sama (Januari–September) tahun lalu yang senilai USD 8,45 juta,” jelas Mendag.

Negara tujuan ekspor produk biofarmaka Indonesia pada periode Januari–September 2020 masih didominasi oleh India (62,30 persen), Singapura (6,15 persen), Jepang (5,08 persen), Malaysia (3,75 persen), dan Vietnam (3,17 persen). Pada 2019, Indonesia menempati urutan ke-19 negara pengekspor jamu atau biofarmaka ke dunia dengan pangsa pasar 0,61 persen. Adapun pemasok jamu atau biofarmaka dunia masih dikuasai oIeh India (33,46 persen), Tiongkok (27,54 persen), dan Belanda (6,05 persen).

Baca Juga :   Pacu Ekspor Sarang Walet, Mentan Kunjungi Rumah Prosesing Di Jatim

Kondisi pandemi juga memberikan dampak terhadap perdagangan Indonesia termasuk produk rempah, antara lain adanya peningkatan biaya logistik, perubahan pola perdagangan global, kerja sama perdagangan tidak berjalan efektif selama pandemi Covid-19, dan adanya ancaman resesi ekonomi global.

Untuk menanggulangi hal tersebut, lanjut Mendag, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, asosiasi, para pelaku usaha, maupun pihak swasta lainnya untuk mempertahankan dan meningkatkan ekspor Indonesia. Sebagai contoh, penetrasi pasar melalui penyelesaian berbagai perundingan perjanjian perdagangan dan pengembangan pasar melalui kegiatan promosi.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang turut hadir dan memberikan sambutan menyampaikan, saat ini terdapat 11 ribu produk jamu, 72 obat herbal terstandar, dan 24 produk fitofarmaka. Jamu terbukti secara turun-temurun menjaga kesehatan masyarakat Indonesia. Obat herbal terstandar dan produk fitofarmaka telah dibuktikan secara uji praklinis dan/atau klinis. Ketiganya merupakan produk tradisional Indonesia yang harus didukung agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan tamu istimewa di pasar global.

Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani mengajak pelaku usaha berinvestasi untuk pengembangan industri produk jamu dan biofarmaka. Industri produk herbal Indonesia diharapkan lebih maju dan bertumbuh. Peluang pasar bukan hanya ada di RRT, Jepang, dan Korea, tapi juga Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara di Eropa, khususnya Jerman.

Baca Juga :   KKP Beri Pelatihan Pengolahan Limbah Rumah Tangga untuk Kaum Perempuan .

Di akhir sambutannya, Mendag berharap, webinar tersebut dapat memberikan pencerahan baru untuk mengembangkan promosi produk jamu, suplemen kesehatan, rempah-rempah, kosmetik, spa, dan aromaterapi indonesia dan pada akhirnya meningkatkan ekspor serta memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia.

Mendag menambahkan, untuk meningkatkan ekspor, Kemendag telah menyusun strategi peningkatan jangka pendek dan jangka menengah, salah satunya melalui pendekatan produk. Produk yang dijadikan fokus antara lain produk makanan dan minuman olahan; alat-alat kesehatan; produk pertanian, produk perikanan; serta produk agroindustri.

“Produk jamu, suplemen kesehatan, rempah-rempah, kosmetik, spa, dan aromaterapi termasuk dalam kategori produk-produk yang menjadi fokus strategi peningkatan ekspor tersebut,” urai Mendag.

Produk biofarmaka menghadapi beberapa tantangan, antara lain akses pasar; kontinuitas dan ketepatan pengiriman; isu lingkungan; daya saing; sertifikasi organik; keberlanjutan; ketertelusuran; transparansi, hilirisasi; pengamanan perdagangan; hambatan nontarif, biaya logistik yang tinggi; good agricultural practices (GAP) and good manufacture practices (GMP).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.