Panennews.com – Peran masyarakat adat dalam kelestarian lingkungan menjadi perhatian tersendiri. Pasalnya, peranan kelompok ini selain menjadi representasi dari kultur tradsional masyarakat juga mampu menjadi punggawai yang amat piawai dalam menjaga lingkungan menggunakan hukum adanya.
Salah satu masyarakat adat yang mampu merepresentasikan peranan penting tersebut adalah masyarakat hukum adat di Aceh melalui Lembaga Adat Laut Aceh. Lembaga ini konsisten mengawal ekosistem dan kesejahteraan masyarakat di bidang kelautan.
Keberadaan kelembagaan adat tersebut sudah ada sebelum adanya penjajahan Belanda, hingga kini lembaga adat laut Aceh terus mampu mempertahankan keistimewaannya tersebut.
Panglima Laot sebagai pemimpin kelembagaan telah mengeluarkan banyak aturan untuk terus dijaga dan ditaati oleh masyarakat, khususnya para nelayan setempat agar laut terjaga. Beberapa aturan adat tersebut misalnya adanya hari pantang melaut yang dalam satu tahun dapat dikalkulasikan mencapai dua bulan (setiap hari jumat dalam seminggu, serta hari besar Idul Fitri dan Idul Adha).
Jumlah tersebut tidak termasuk dengan beberapa kondisi yang juga mengecualikan nelayan untuk melaut seperti cuaca buruk, badai, dan kondisi lainnya yang tidak mendukung para nelayan untuk pergi melaut.
Tidak ada yang menolak aturan adat tersebut, masyarakat bahkan menerima dengan baik sampai saat ini karena dianggap tidak merugikan siapapun dan justru dipercaya menyejahterakan nelayan dalam sktivitasnya menangkap ikan. Setai aturan selalu diambil dengan musyawarah oleh Panglima Laot bersama para nelayan sampai muncul kesepakatan.
Memang di lapangan Panglima Laot tidak hanya mengeluarkan aturan adat atau mengawasi nelayan agar mencari nafkah sesuai aturan, melainkan juga ikut berperan dalam membantu nelayan Aceh yang terdampar atau tertangkap di negara lain, termasuk mencari cara, agar segera dipulangkan.